Jumat 10 May 2019 03:45 WIB

Paus Keluarkan Dekrit Terkait Pelaporan Pelecehan di Gereja

Setiap keuskupan diminta menyiapkan sistem pelaporan yang jelas dan bisa diakses.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Gita Amanda
Paus Fransiskus
Foto: EPA-EFE/CIRO FUSCO
Paus Fransiskus

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Sekitar satu juta anggota Gereja Katolik Roma harus melaporkan semua kecurigaan pelecehan seksual oleh para pemimpin gereja di setiap dan semua tingkatan. Ini disampaikan Paus Fransiskus, pada Kamis (9/5) lalu, dalam sebuah keputusan penting atau dekrit.

Setiap keuskupan atau distrik pemerintahan gereja harus menyiapkan sistem pelaporan yang jelas dan dapat diakses sebelum Juni 2020. Ini dalam upaya untuk mengatasi pelecehan seksual yang telah membuat otoritas moral gereja dipertanyakan dan secara serius merusak reputasi gereja.

Baca Juga

“Kami telah mengatakan selama bertahun-tahun para pastor harus mengikuti aturan ketat tertentu, jadi mengapa uskup dan anggota hierarki gereja lainnya dibebaskan,” kata Kepala Kongregasi Vatikan untuk Uskup, Kardinal Marc Oullet, seperti yang dilansir dari Aljazirah.

Ratusan skandal pelecehan telah mengguncang gereja secara global. Pola yang muncul selama dasawarsa terakhir adalah  memindahkan pendeta yang dituduh melakukan pelecehan seksual ke daerah yang berbeda untuk melanjutkan pekerjaan pastoral mereka.

Sebagai hasil dari dekrit tersebut, para uskup akan secara langsung bertanggung jawab atas pelecehan seksual dan permasalahan yang ditutup-tutupi. Dekrit ini juga mewajibkan para pastor dan biarawati untuk melaporkan semua dugaan pelecehan di tingkat manapun. Namun, kejahatan yang diakui selama sakramen pengakuan akan tetap dibebaskan dari hukum gereja yang baru.

Kelompok-kelompok yang selamat telah menyerukan wajib agar Vatikan membuat pelaporan tentang dugaan pelecehan pada polisi. tetapi Vatikan mengatakan hukum gereja tidak dapat mengesampingkan hukum sipil setempat.

Keputusan Paus, bernama Vos Estis Lux Mundi, mengatakan norma-norma berlaku tanpa mengurangi hak dan kewajiban yang ditetapkan di setiap tempat oleh hukum negara, khususnya yang menyangkut kewajiban pelaporan pada pihak otoritas sipil. Beberapa negara di Amerika Latin tidak secara otomatis atau secara hukum mengharuskan para pastor melaporkan penganiyaan di dalam gereja pada polisi setempat.

Sebelum dekrit, melaporkan pelecehan adalah masalah hati nurani individu untuk para pastor dan suster dunia. Perubahan dalam hukum gereja juga mencakup kepemilikan pornografi anak dan usia 16 hingga 18 tahun meningkat dalam kasus pelecehan seksual.

Sejarawan Kepausan Michael Walsh mengatakan dekrit itu merupakan langkah ke arah yang benar bagi gereja. “Satu kritik yang mungkin Anda buat dari dokumen ini adalah ia tidak mengatakan apa hukumannya bagi pastor yang melakukan pelecehan atau menutupinya. Tetapi mereka dapat mengeluarkannya dari kantor mereka, seperti yang telah dilakukan baru-baru ini,” kata Walsh.

“Masih ada masalah yang tersisa, di luar kewenangan Paus. Saya membayangkan akan ada pertentangan dan langkah-langkah di antara beberapa pihak dalam menyiapkan protokol-protokol ini,” ujarnya lagi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement