Jumat 10 May 2019 04:43 WIB

Kejakgung Tunjuk Tiga JPU untuk Ikuti Kasus Bachtiar Nasir

Kejakgung telah menerima SPDP dari Bareskrim.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Pimpinan AQL Ustaz Bachtiar Nasir (tengah) memberikan keterangan kepada media terkait  10 tahun AQL Islamic Center di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (11/9).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Pimpinan AQL Ustaz Bachtiar Nasir (tengah) memberikan keterangan kepada media terkait 10 tahun AQL Islamic Center di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri dan Kejaksaan Agung (Kejakgung) mulai menyidik kasus dugaan pidana yang dituduhkan kepada Ketua GNPF-MUI Ustaz Bachtiar Nasir (UBN). Pada Kamis (9/5) malam, tim Penyidik Pidana Umum dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Mabes Polri mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejakgung sebagai awal proses lanjutan ke arah pendakwaan di persidangan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Mukri, dalam keterengan tertulisnya, Kamis (9/5) mengatakan, terbitnya SPDP dari Bareskrim tersebut, otomatis memberi kewenangan kepada tim penuntut di kejaksaan terlibat dalam proses penyidikan. Dengan SPDP tersebut, kata dia, Kejakgung lewat peran Jaksa Muda Pidana Umum (Jampidum), sudah menunjuk tiga jaksa penuntut umum, untuk mengikuti penyidikan perkara UBN.

Baca Juga

“SPDP terhadap tersangka inisial BN ini terkait penyidikan perkara tindak pidana turut serta, atau membantu mengalihkan atau membagikan kekayaan Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS),” begitu tulis Mukri dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id Kamis (9/5) malam.

Ia melanjutkan, keterlibatan UBN dalam kasus ini yakni sebagai pelaku atau orang yang dituduh terlibat dalam pengalihan atau penggelapan uang yayasan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Mengacu SPDP Nomor: 97/V/Res.2.3/2019/DIT, Kamis (9/5), UBN dikatakan membagikan kekayaan YKUS berupa uang atau barang maupun kekayaan lain dengan cara langsung atau tidak langsung yang dapat dinilai dengan uang kepada Pengurus YKUS.

Dengan jabatannya, UBN dikatakan sengaja menguasai sebagian atau seluruhnya kekayaan YKUS dengan cara melawan hukum, demi memberi keuntungan diri sendiri atau orang lain lewat cara tipu daya, keadaan palsu atau rangkaian perkataan bohong.

UBN juga dituduh melakukan tindak pidana pencucian uangn (TPPU). Yaitu dengan tidak melaksanakan ketaatan kepada ketentuan perbankan. Atas tuduhan tersebut, Bareskrim Polri kepada kejaksaan menyebutkan sejumlah pasal pidana yang diduga dilakukan oleh UBN. Di antaranya Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU nomor 16/2001 tentang Yayasan yang diubah menjadi UU nomor 28/2008.

Penyidik Polri, pun menebalkan jeratan berlapis Pasal 374 juncto Pasal 372 atau Pasal 378 KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana atau Pasal 56 KUH Pidana. UBN juga dituduh melakukan pidana perbankan, yang disasar dengan sangkaan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 3 dan Pasal 5 serta Pasal 8 UU nomor 8/2010, tentang TPPU. Menengok deretan sangkaan pidana tersebut, jika terbukti UBN terancam pidana penjara belasan tahun.

Kasus UBN sebetulnya ini perkara lama. Kepolisian pada 2017 pernah memeriksa UBN terkait tuduhan tersebut. Namun ketika itu, UBN masih dalam status terperiksa. Kasus ini berawal dari dugaan Polri atas penyimpangan dana sumbangan yang dikelola UBN sebesar Rp 3,8 miliar. Dana sumbangan masyarakat tersebut, diduga sebagai modal gelaran aksi 411 dan 212 pada 2016 lalu.

Aksi demonstrasi itu untuk mengawal fatwa MUI tentang penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama waktu itu. Sebagian dari sumbangan tersebut, pun dikatakan untuk membantu korban bencana gempa bumi di Aceh, dan banjir di Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun Polri menduga, dana tersebut berasal dari sumber yang dicurigai, dan dialokasikan untuk kegiatan yang tak semestinya.

Bareskrim Polri, kembali mengungkit kasus tersebut. Kali ini, UBN sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak pekan lalu. Lewat surat pemanggilan pemeriksaan bertanggal 3 Mei, Mabes Polri sudah menetapkan UBN sebagai tersangka untuk diperiksa pada Rabu (8/5). Akan tetapi, UBN tak hadir dalam pemeriksaan kemarin lantaran aktivitasnya. Mabes Polri, pun kembali mengagendakan pemeriksaan UBN sebagai tersangka pada 14 Mei mendatang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement