REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Cina untuk Indonesia Xiao Qian menanggapi pemberitaan soal larangan beribadah khususnya di bulan suci Ramadhan ini bagi Muslim di Xinjiang. Dia menegaskan informasi yang datang dari media-media Barat soal keadaan Muslim di Xinjiang tidak benar.
"Kami melihat ada beberapa laporan dari media Barat, khususnya ada yang dari media Eropa, Amerika, dan juga dari negara-negara lainnya. Laporannya tidak benar," kata dia usai menghadiri agenda buka puasa bersama di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Jakarta, Kamis (9/5).
Xiao Qian melanjutkan, berdasarkan Undang-undang Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Cina, kaum Muslim bisa menikmati kebebasan beragama. "Mereka juga punya kebebasan untuk melakukan ibadahnya," ujar dia.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj yang mendampingi Xiao Qian berbicara, turut berkomentar. Said mengaku telah menyaksikan sendiri bagaimana Muslim di Cina itu bisa beribadah dengan tenang. Contohnya, saat ia melaksanakan shalat Jumat di Kota Xining.
"(Sebanyak) 20 ribu orang shalat, itu nggak muat masjidnya. Dan imamnya teman saya waktu kuliah di Madinah, bebas sebebas-bebasnya melaksanakan shalat, masjidnya diperluas," ucap dia.
Said juga mengatakan pernah menginjakkan kakinya di Xinjiang. Masjid di sana, menurutnya, tergolong besar.
Kegiatan ibadah Shalat di Masjid Jiamai, Kota Hotan, Xinjiang.
"Dan di sana imamnya keluaran Libya, saya kenal. Masjid di Beijing di jalan Niujie itu besar sekali dan ada madrasahnya. Saya juga diterima kepala bagian urusan luar negeri, dan ia Muslimah," ujarnya.
Said lantas menunjukkan beberapa foto dari ponsel pintarnya. Di antara foto yang ditunjukkan, salah satunya menampilkan orang-orang yang sedang menunaikan shalat hingga memenuhi bagian luar masjid. Ia juga memperlihatkan foto dirinya saat bersama imam masjid.
Media Australia ABC.net.au, sebelumnya menyebutkan, otoritas Cina kembali melakukan tindakan keras terhadap minoritas Muslim yang berpuasa dan menjalankan praktik keagamaan. Menurut organisasi Human Rights Watch dan para aktivis, tindakan tersebut terutama diberlakukan di Provinsi Xinjiang yang mayoritas Muslim.
Amnesty International juga menyebut dalam laporannya, otoritas Cina menganggap puasa Ramadhan dan aktivitas lain yang berafiliasi keagamaan, termasuk jenggot, jilbab, shalat lima waktu, dan larangan konsumsi alkohol sebagai tanda ekstremisme. Investigasi oleh The Guardian dan portal online investigasi Bellingcat, yang diterbitkan pada Selasa (7/5), menyatakan 15 masjid dan dua tempat suci tampaknya telah sepenuhnya atau hampir dihancurkan.
Wisma, kubah, dan menara bangunan telah dihancurkan. Ini diketahui berdasarkan analisis citra satelit.
Di antara situs yang hancur total adalah Imam Asim yang menarik ribuan peziarah Uighur setiap tahunnya. Masjid dan bangunan lainnya telah dirobohkan dan hanya makam yang tersisa.