Jumat 10 May 2019 17:37 WIB

Komnas HAM: Langkah Menko Polhukam Bisa Disalahartikan

Tim asistensi yang dibentuk pasca-Pemilu 2019 bisa dinilai bermuatan politis.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai pembentukan tim asistensi hukum Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) berpotensi disalahartikan.  Pemerintah bisa dinilai sedang menggunakan pendekatan politik-kekuasaan untuk mengintervensi independensi hukum.

"Pembentukan tim asistensi hukum Kemenko Polhukam tersebut berpotensi diartikan bahwa pemerintah sedang mendayagunakan pendekatan politik-kekuasaan untuk mengintervensi independensi hukum," ujar anggota Komnas HAM, Munafrizal Manan, di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (10/5).

Baca Juga

Ia berpendapat demikian karena tim tersebut dibentuk sebagai respons atas dinamika politik yang muncul pascapemilu 17 April lalu. Padahal lembaga penegak hukum, yakni Polri dan Kejaksaan Agung, sudah berada di bawah garis koordinasi Menko Polhukam.

Anggota Komnas HAM lainnya, Choirul Anam, mengatakan, pihaknya akan mahfum jika pembentukan tim ini dilakukan oleh Kapolri. Itu memungkinkan jika memang Kapolri membutuhkan dukungan untuk mempercepat proses penegakkan hukum.

"Tapi karena ini oleh Kemenko Polhukam, pendekatannya jadi politik. Jadi politik memaksakan penegakkan hukum," terangnya.

Tim ini sudah mulai bekerja sejak Kamis (9/5). Mereka akan membantu Kemenko Polhukam untuk menentukan suatu aksi, tindakan, atau ucapan seseorang ataupun kelompok masuk ke pelanggaran hukum atau tidak.

"Sudah mulai (hari Kamis ini), tadi kan sudah rapat," ungkap Menko Polhukam, Wiranto, usai menggelar rapat dengan tim bantuan hukum Kemenko Polhukam di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (9/5).

Wiranto menjelaskan, tim tersebut akan melihat dan menilai aksi atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok termasuk ke dalam tindakan inkonstitusional atau tidak. Mereka akan mempertimbangkan hal tersebut dan hasilnya akan diberikan ke aparat keamanan untuk dijadikan referensi sebelum bertindak.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement