REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia Ganjar Laksamana menilai kasus hukum yang menimpa Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) tidak bisa dinilai sebagai kriminalisasi ulama sepanjang penegak hukum memiliki alat bukti. Seperti diketahui, UBN telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana yayasan oleh Mabes Polri.
"Kriminalisasi ulama bukanlah sebuah terminologi benar. Kriminalisasi atau dekriminalisasi harus suatu perbuatan, bukan profesi atau status," kata Ganjar di Jakarta, Jumat (10/5).
Hal yang sama, menurut Ganjar, juga berlaku pada tokoh-tokoh yang lain yang seperti Eggi Sudjana, Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, Buni Yani, dan Permadi. Tokoh-tokoh yang terjerat hukum dan kebetulan menjadi pendukung calon presiden Prabowo Subianto itu juga tidak bisa dinilai sebagai bentuk kriminalisasi bila penegak hukum memiliki alat bukti permulaan yang cukup.
Khusus kasus UBN yang dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Ganjar berpendapat, kendati belum mengetahui secara persis materi perkaranya, yang pasti dalam TPPU harus ada tindak pidana asal (predicate crime) yang menjadi asal muasal harta kekayaan yang dicuci. "Apakah dari kejahatan itu ada hasil yang memang kemudian dicuci dengan cara-cara sebagaimana dimaksud dalam UU TPPU," tutur Ganjar.
Menurut Ganjar, merujuk kepada UU TPPU, tindak pidana asal yang diatur pada Pasal 2 tidak kurang dari 25 jenis. Semua jenis tindak pidananya disebutkan dengan jelas satu per satu. Sementara yang ke-26 disebut "dan tindak pidana lain yang diancam pidana 5 tahun penjara atau lebih".
Terkait dengan kasus UBN dengan TPPU merujuk kepada tindak pidana asal pidana pelanggaran UU tentang Yayasan, menurut Ganjar bisa saja. "Bisa. Memenuhi atau tidak, saya kurang tahu karena tidak mengikuti kasusnya dari awal dan perkembangannya. Tapi, secara formil, bisa saja terdapat TPPU-nya," kata Ganjar.
Polri menjerat UBN dengan TPPU dengan dugaan mengalihkan aset Yayasan Keadilan Untuk Semua. Bukti permulaan yang dimiliki kepolisian antara lain keterangan Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua Adnin Arman juga keterangan mantan pegawai bank Islahudin Akbar.
Alat bukti lainnya adalah rekening yayasan yang telah diaudit. Bachtiar disebut mencairkan uang sebesar Rp 1 miliar dari rekening yayasan dan menggunakannya untuk keperluan lain. Dana umat dan dana masyarakat itu diperuntukkan untuk kegiatan lain bukan untuk bantuan.
Dalam sebuah rekaman video, UBN mengatakan bahwa kasus dana yayasan tersebut merupakan kasus pada 2017 lalu. Pada saat itu, ia juga turut diminta keterangan oleh penyidik masih sebagai saksi.
Oleh karena itu, UBN mengaku banyak muatan politis ketika kasus tersebut diangkat lagi saat ini dan menetapkan ia sebagai tersangka.
UBN pun menanggapi penetapan status tersangkanya dengan tenang. Ia juga mengaku akan memberikan keterangan kepada penyidik dengan jujur dan adil.
“Ini masalah lama, 2017, dan ini tentu sangat politis, namun tentu saya harus jujur dan adil juga jika ingin menegakkan keadilan dan kejujuran,” kata UBN dalam sebuah rekaman video.
UBN mengumpamakan dengan sebuah sapu yang digunakan untuk membersihkan suatu ruangan maka harus menggunakan sapu bersih. Karena jika menggunakan sapu yang kotor, kata dia, maka tidak mungkin dapat membuat ruangan tersebut menjadi bersih.
“Termasuk ruang Indonesia yang kita ingin bersihkan dari berbagai macam bentuk kecurangan dan ketidakadilan,” ujarnya.