REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN), Ahmad Muzani menyayangkan pencegahan ke luar negeri terhadap Kivlan Zen oleh kepolisian. Menurutnya, hal itu tidak membuat masalah selesai, melainkan kian memanas.
"Saya kira ini bukan menyelesaikan masalah tapi bikin masalah makin panas, makin ruwet dan kami berharap bisa diselesaikan dengan baik," ujar Muzani di kediamannya, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (10/5).
Muzani mengatakan, seharusnya di saat-saat seperti ini semua pihak mampu menahan diri dan memberikan contoh dalam menjaga persatuan dan kesatuan. Situasi saat ini, kata dia, seharusnya dijaga dengan baik agar bisa menjadi lebih kondusif.
"Upaya melakukan ini tersangka, ini tersangka, ini tersangka menurut saya adalah upaya yang justru bertentangan dengan persatuan dan kesatuan. Katanya itu harus dijaga tapi situasi itu terus dipelihara. Itu yang kita sesalkan bersama," katanya.
Sebelumnya, Purnawirawan TNI Kivlan Zein dicegah Polri saat hendak terbang dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat (10/5) malam. Kivlan dicegah ke luar negeri melalui surat yang diberikan oleh Bareskrim Polri.
"Betul penyerahan surat panggilan, dicegah keluar negeri. Beliau mau ke Brunei lewat Batam, sudah (diteruskan suratnya) melalui imigrasi, sudah disampaikan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Asep Adi Saputra saat dikonfirmasi, Jumat malam.
Surat pencegahan Kivlan Zein dikeluarkan oleh Bareskrim dengan Nomor B/3248.Res.1.1.2/V/2019/Bareskrim tertanggal 10 Mei 2019. Surat itu diserahkan pada Kivlan tepat saat ia hendak bertolak di Bandara Soekarno-Hatta di Terminal 3 Gate 22.
Berdasarkan surat Bareskrim itu, Kivlan dicegah ke luar negeri selama enam bulan. Dikhawatirkan Kivlan melarikan diri dari kasus kriminal yang saat ini sedang ditangani Bareskrim Polri.
Kivlan dilaporkan oleh seseorang bernama Jalaludin. Laporan terhadap Kivlan tersebut diterima oleh polisi dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019. Kivlan dikenakan Tindak Pidana Penyebaran Berita Bohong atau hoax dengan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 14 dan atau pasal 15 serta terhadap Keamanan Negara atau Makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 107 jo asal 110 jo pasal 87 dan atau pasal 163 bis jo pasal 107.