Ahad 12 May 2019 12:08 WIB

Skandal Korupsi di Kementerian: Ini Langkah KPK

KPK menunggu pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Red: Elba Damhuri
Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunggu pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta serta fakta persidangan dugaan skandal hibah Kemenpora kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Kasus ini diduga melibatkan Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy.

Dalam tuntutan keduanya, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi disebut terlibat dalam kasus suap antara pejabat Kemenpora dan KONI. Jaksa bahkan menyebut Imam bersama-sama stafnya melakukan permufakatan jahat secara diam-diam.

“Nanti kita tunggu pertimbangan hakim terhadap fakta-fakta sidang dan tuntutan JPU tersebut dan putusan akhir kita tunggu itu dulu, agar kemudian baru dilakukan analisis lebih lanjut. Kemungkinan pengembangan dalam sebuah perkara itu selalu ada sepanjang ada bukti yang mendukung hal tersebut," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menegaskan saat dikonfirmasi kemarin.

Pihaknya harus berhati-hati dan sangat cermat untuk melihat setiap detail fakta yang ada. Sebelumnya, dalam tuntutan dua pejabat KONI, jaksa KPK menilai keterangan Imam dan staf pribadinya, Miftahul Ulum, serta staf protokol Kemenpora, Arief Susanto, yang membantah adanya penerimaan uang harus dikesampingkan. Keterangan mereka dianggap tidak relevan dengan barang bukti dan keterangan saksi lainnya.

Menurut jaksa, adanya keterkaitan bukti dan keterangan saksi lainnya justru menunjukkan bukti hukum bahwa Imam, Ulum, dan Arief melakukan permufakatan jahat. "Adanya keikutsertaan para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk dalam permufakatan jahat diam-diam atau disebut sukzessive mittaterschaf," ujar jaksa Ronald F Worotikan saat membacakan surat tuntutan.

Menurut jaksa, Hamidy dan Johny terbukti secara bersama-sama menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, juga pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta.

Hamidy dan Johny disebut memberikan satu unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta. Kemudian, Johny dan Hamidy juga memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana. Selain itu, Ending juga memberikan uang Rp 215 juta kepada Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.

Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana dan dua orang lainnya membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI. Dana itu akan diberikan kepada KONI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement