REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- MER-C dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan pertemuan pada Jumat (10/5) lalu. Mereka membahas berbagai masalah kemanusiaan yang tengah berlangsung di dalam negeri dan kemungkinan kerja sama kedua lembaga sebagai komponen anak bangsa untuk turut mengatasi permasalahan yang ada.
Ada tiga isu kemanusiaan yang disampaikan oleh Tim MER-C. Pertama banyaknya korban petugas Pemilu yang berjatuhan baik yang mengalami sakit bahkan meninggal dunia yang menjadi keprihatinan bersama. Kedua mengenai masalah deradikalisasi, khususnya penanganan DPO Poso dimana MER-C dan Komnas HAM pernah turun bersama ke wilayah ini tahun 2016 silam.
Hal lainnya turut disampaikan adalah mengenai penanganan kesehatan di lapas, khususnya Lapas Nusa Kambangan dimana MER-C pernah beberapa kali turun untuk melakukan pengobatan.
Terkait besarnya jumlah korban petugas pada Pemilu 2019 dan langkah-langkah pemerintah yang menurut MER-C kurang cepat untuk menganulir pandangan-pandangan yang berkembang di masyarakat. Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad menyampaikan bahwa sebagai lembaga medis dan kemanusiaan yang independen, MER-C telah membentuk Tim Mitigasi Kesehatan Bencana Pemilu 2019.
Tim akan melakukan langkah-langkah kemanusiaan dan mitigasi baik kepada korban yang mengalami sakit, maupun membuka kemungkinan untuk melakukan otopsi pada korban yang meninggal. Hal ini dilakukan guna mencari tahu penyebab banyaknya kasus ini.
Sarbini berharap adanya kesamaan concern kemanusiaan antara MER-C dan Komnas HAM, maka kedua lembaga bisa bekerja sama. "Harus ada kepastian bagi masyarakat. Kita harus mencari tahu penyebabnya dan membuat langkah-langkah serta solusi yang tepat untuk mengatasinya, agar hal serupa tidak terulang lagi pada Pemilu-pemilu selanjutnya,” ujar Sarbini dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (11/5) lalu.
Menanggapi hal ini, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa pihaknya juga sudah membentuk Tim Pemantau Pemilu untuk melakukan penggalian fakta mengenai penyebab kematian. Menurutnya, Komnas HAM sudah melakukan rapat koordinasi dengan FKUI dan IDI, tapi memungkinkan juga kerja sama dengan pihak-pihak lain termasuk MER-C.
“Dalam hal ini kami sangat senang apabila nanti bisa mendapat dukungan, bekerja sama dengan pihak lain termasuk MER-C, apalagi kalau sudah ada hasil yang bisa disampaikan ke masyarakat karena harus sudah diumumkan kepada masyarakat sebelum tanggal 22 Mei mendatang,” ujar Ahmad.
Selain memberikan bantuan kemanusiaan di berbagai wilayah bencana, wilayah konflik juga turut menjadi perhatian Tim MER-C. Terkait hal ini, salah satu relawan MER-C yang turut dalam pertemuan tersebut, dr. Meaty Fransisca, memaparkan kiprah MER-C di Poso, salah satu wilayah konflik yang masih menjadi fokus MER-C. MER-C melakukan Politik Kemanusiaan untuk mengurangi dampak konflik dan mencegah korban yang lebih banyak akibat konflik berkepanjangan dan penanganan konflik yang nonpersuasif.
Sejak 2016 MER-C sudah menurunkan Tim sebanyak 3 kali ke Poso dimana misi pertama kali bersama Komnasham. Dengan latar belakang medis, menurutnya, MER-C bisa diterima oleh masyarakat di tempat-tempat yang berhubungan dengan konflik Poso, khususnya keluarga-keluarga DPO Poso, melakukan pengobatan dan pendekatan kepada mereka. Hal ini dilakukan untuk membangun kepercayaan dan merangkul mereka. Lebih lanjut Mea menyampaikan,
Terkait hal ini, Ketua Komnas HAM sepakat bahwa penanganan kasus-kasus terorisme harus tanpa kekerasan. “Angka kekerasan harus sampai titik nol,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini sesuai konvensi internasional bahwa setiap proses hukum apapun terhadap proses hukum peradilan tidak boleh ada penyiksaan, perendahan martabat.
Ahmad menjelaskan bahwa Komnasham adalah lembaga negara yang independen yang concern pada Hak Asasi Manusia. “Kami sangat setuju agar kita bisa diatur pertemuan lebih lanjut antara Tim Komnas HAM dan MER-C untuk mendiskusikan masalah-masalah ini secara lebih detail,” tegasnya.