REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyanyi Monita Tahalea selalu memiliki pengeluaran khusus untuk membeli CD musik dan buku. Dulu, kata Monita, ia banyak membaca dan membeli buku karya sastrawan luar seperti William Shakespeare dan Leo Tolstoy.
“Cuma sekarang terlalu berat (pembahasannya). Sekarang baca buku-bukunya yang kayak The Little Prince gitu-gitu,” ujar Monita selepas pentas Tiga Menguak Takdir Dalam Melodi di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, akhir pekan lalu.
Lama kelamaan Monita berpikir bukunya berbahasa Inggris semua. Sedangkan ketika menulis lirik lagu, ia lebih suka mengungkapkannya dalam bahasa Indonesia. Akhirnya, ia mulai membaca lagi buku bahasa Indonesia.
“Terus akhirnya ketika jalan sama manajer saya ke Blok M Square, ada toko buku langganannya manajer. Langsung direkomendasikan buku-buku, salah satunya Tiga Menguak Takdir. Sudah lama (beli bukunya) sekitar 2014 atau akhir 2013,” katanya menjelaskan.
Monita mengatakan banyak lirik yang ia buat terinspirasi dari apa yang ia baca di Tiga Menguak Takdir. Salah satunya puisi Senja di Pelabuhan Kecil yang menginspirasi Monita membuat lagu Perahu.
Ketika ditanya siapa penyair yang berpengaruh dalam hidupnya, pelantun Sesaat Abadi ini menjawab Rivai Apin dan Sapardi Djoko Damono. Ia menyukai rangkaian kalimat puisi Sapardi Djoko Damono. “Romantis tapi sebenarnya meluapkannya cukup gamblang. Tapi cara penyampaiannya dia itu buat saya spesial banget,” ujarnya.