REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Tolak rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang disiapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, warga Tambakrejo yang tergusur normalisasi sungai Banjir Kanal Timur (BKT) pilih kawasan Kalimati sebagai tempat relokasi.
Alasannya, warga pemilik 97 bangunan rumah yang telah dirobohkan keberatan menempati hunian rusun yang lokasinya jauh dari tempat mereka beraktivitas dan mencari nafkah.
"Pemkot memang sudah menyiapkan rusunawa, tetapi di kawasan Kudu, Kecamatan Genuk yang jauh dari tempat warga mencari nafkah," ungkap Ketua RT 05/RW 16 Kelurahan Tambakrejo, Rohmadi, Senin (13/5).
Sehingga, lanjutnya, warga minta direlokasi tidak jauh dari bekas lingkungan pemukiman mereka yang sudah digusur untuk proyek normalisasi BKT.
Karena mayoritas warga yang sebelumnya tinggal di wilayah RT 05 yang tergusur bekerja di wilayah Kelurahan Tanjungmas dan lingkungan sekitarnya.
Baik sebagai nelayan, bekerja di tambak maupun profesi lainnya. "Pekerjaan warga selama ini ya di sekitar Tambakrejo ini, kalau harus tinggal jauh lokasi bekerja sangat keberatan," katanya.
Mengapa warga tergusur ngotot untuk direlokasi di kawasan Kalimati, jelas Rohmadi, karena sejak awal sudah ada kesepakatan jika warga Tambakrejo bakal dipindah sementara di lokasi tersebut.
Karena lokasinya memang tidak terlalu jauh dari pemukiman Tambakrejo yang tergusur dan relatif lebih dekat dengan tempat warga mencari nafkah selama ini.
Hal ini diamini oleh Riyanto (47) salah seorang warga tergusur. Hanya saja, lokasi di Kalimati yang akan ditempati tersebut harus diurug terlebih dahulu sebelum dibuatkan pemukiman sementara.
Sehingga sambil menunggu janji Pemkot Semarang membuatkan Rusunawa di sekitar Tambakrejo, hunian sementara warga tergusur rencana awalnya memang di Kalimati.
"Namun saat lokasi yang ada di Kalimati belum diurug dan belum disiapkan bangunan hunian sementara, kami sudah digusur dan tidak ada tempat tinggal seperti sekarang ini," jelasnya.
Riyanto, juga mengakui, warga tidak sepakat dan keberatan kalau harus tinggal di tidak mau menempati rusunawa Kudu karena terlalu jauh dari laut.
"Yang kami inginkan adalah kami dibuatkan rumah sederhana di sekitar kampung. Sudah ada lokasi di Kalimati itu, namun sampai sekarang lokasinya belum siap," tambahnya.
Sebelumnya 97 bangunan rumah warga Tambakrejo Kecamatan Semarang Utara yang menempati bantaran sungai BKT digusur oleh Pemkot Semarang, pada Kamis (9/5). Penggusuran ini dilakukan guna proyek normalisasi BKT.
Sementara itu, Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, sebenarnya penggusuran yang dilakukan Satpol PP kemarin bukanlah tindakan instan.
Sebelumnya, proses sosialisasi sudah dilakukan agar warga pindah ke lokasi Rusunawa Kudu karena rumah warga akan dirobohkan untuk memperlancar proses normalisasi sungai BKT.
Namun warga tetap ngeyel tidak mau pindah, meskipun Pemkot Semarang sebenarnya sudah menyiapkan tempat relokasi yang ideal dan uang santunan bagi warga tergusur.
Sehingga Satpol PP Pemkot Semarang melakukan tindakan paksa. "Jadi tindakan itu bukan seketika, ada proses yang berjalan lama sebelumnya namun tidak disepakati oleh warga," katanya.
Wali kota menambahkan, 97 kepala keluarga yang masih bertempat tinggal di lokasi bantaran BKT itu memang menjadi penghambat utama proyek normalisasi BKT.
Bahkan Pemkot Semarang sudah kerap ditegur oleh BBWS maupun dari Kementerian agar segera menyelesaikan permasalahan tersebut.
Terkait desakan warga yang menghendaki relokasi sementara di Kalimati, Hendrar Prihadi segera berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana.
Khususnya untuk mempercepat peyiapkan tempat relokasi sementara tersebut. "Saat ini proses pengurugan di Kalimati baru 30 persen," katanya