REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina menggelar pemilihan umum (pemilu) legislatif dan eksekutif pada Senin (13/5) yang diprediksi dapat memperkuat posisi Presiden Rodrigo Duterte. Pemilu dibuka pada pukul 6.00 pagi dan ditutup pada pukul 18.00 waktu setempat.
Lebih dari 61 juta warga Filipina tercatat dalam daftar pemilih tetap pada tahun ini. Sementara, terdapat 43 ribu kandidat yang bersaing untuk memperebutkan 18 ribu jabatan pemerintah yang terdiri atas 200 jabatan wali kota dan gubernur, serta 245 kursi di majelis rendah.
Posisi tertinggi yang diperebutkan adalah 12 kursi di Senat untuk menyusun kembali setengah dari kongres yang lebih tinggi dan didominasi oleh para senator yang mendukung pemerintahan Duterte. Berdasarkan survei preferensi pemilih oleh lembaga survei swasta memperkirakan pemerintahan Duterte akan menang dan kandidat senatornya siap memperebutkan dua pertiga kursi penting tersebut.
Jika kubu Duterte berhasil meraup kursi mayoritas di Senat, maka dia akan lebih leluasa menjalankan rencana besarnya untuk mengubah konstitusi, yakni mengubah bentuk pemerintahan dari kesatuan menjadi federal. Langkah itu dapat memungkinkan Duterte tetap berkuasa tanpa batas waktu.
Selain itu, agenda besar Duterte adalah menerapkan kembali hukuman mati di Filipina. Para kritikus menyatakan kekhawatirannya bahwa kemenangan kubu Duterte akan mengurangi independensi Senat, dan pengawasan terhadap presiden.
"Jelas, ada beberapa orang yang mengambil sikap dalam pemerintahan saat ini," kata Senator Leila De Lima dilansir Aljazirah, Senin (13/5).
"Lembaga kami tidak memiliki suara untuk keadilan dan kebenaran. Banyak yang takut penganiayaan dan memilih untuk bersujud hanya untuk tetap berkuasa," ujar De Lima menambahkan.
De Lima merupakan salah satu dari empat senator oposisi yang berkuasa. Dia menyerukan kepada para pemilih untuk menolak pemerintahan yang dipimpin oleh pembohong dan korup. Kampanye oleh koalisi kandidat senator yang menentang Duterte disebut sebagai "Otso Diretso" atau "Eight Straight". Mereka mengeluarkan kritik serupa terhadap Duterte dan para kandidatnya.
Kandidat oposisi juga mempertanyakan kebijakan Duterte di Cina sehubungan dengan pendudukan Beijing atas wilayah-wilayah di Laut Cina Selatan dalam zona ekonomi eksklusif Filipina. Mereka juga menuntut pertanggungjawaban atas pembunuhan perang narkoba, yang menurut beberapa pengawas telah mencapai lebih dari 20 ribu orang.
Namun, blok oposisi tampaknya tidak mungkin memenangkan banyak kursi Senat. Berdasarkan survei preferensi pemilih terbaru mengindikasikan hanya satu dari mereka yang mungkin akan berhasil yakni Bam Aquino, sepupu mantan Presiden Benigno Aquino.
Analis mengatakan, meskipun ada kritik pedas terhadap pemerintahan Duterte, kampanye blok oposisi gagal mempengaruhi sebagian besar pemilih. Mereka masih mengandalkan janji presiden untuk perubahan dalam mengurangi kemiskinan dan memerangi kriminalitas.
"Tujuan nomor satu Duterte adalah untuk mengkonsolidasikan kekuasaan. Dia akan mendapatkan mandat besar, bahkan mungkin mungkin tiga perempat Senat," kata analis politik Ramon Casiple.
"Pihak oposisi mungkin bahkan tidak mendapatkan satu kursi dan itu akan menjadi rekor pematian total," ujar Casiple menambahkan.
Duterte memenangkan pemilihan presiden 2016 dengan selisih besar sebagai kandidat alternatif dan pendatang baru. Dia telah membangun upaya untuk meningkatkan kekuasaannya di paruh kedua masa kepresidenannya.
Para ahli menyatakan, dominasi ruang media sosial oleh pemerintahannya dan pendukungnya telah membuat Duterte hampir tidak tersentuh. Sejumlah tuduhan telah dilayangkan terhadap Duterte, mulai dari perang narkoba yang menewaskan ribuan orang, tuduhan misogini dan menghina gereja, inflasi spiral tahun lalu, serta sikap acuh terhadap militer Cina di Laut Cina Selatan. Namun, tuduhan-tuduhan tersebut tidak menggoyahkan para pemilih untuk tetap menjatuhkan pilihan kepada kubu Duterte.
"Yang terpenting, pemungutan suara hari ini juga tergantung pada di mana seseorang berpihak pada Presiden Duterte. Hasil pemilu hari ini tergantung pada estimasi kami sendiri tentang seberapa baik, atau seberapa buruk, aturan Duterte bagi negara ini," tulis editorial Philippines Daily Inquirer’s.