Senin 13 May 2019 14:17 WIB

PKS dan PPP tak Puas Hasil Pleno di Kabupaten Bekasi

PKS mempersoalkan rekapitulasi suara di Tambun Selatan.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Teguh Firmansyah
Pemilu Bekasi (ilustrasi)
Foto: Antara
Pemilu Bekasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kabupaten Bekasi menjadi daerah yang paling akhir dalam melaporkan hasil rapat pleno rekapitulasi surat suara pemilihan umum (pemilu) 2019. Waktu rekapitulasi di kabupaten ini pun terbilang paling lama, karena memakan waktu sampai 23 hari untuk pengesahan di tingkat kecamatan.

Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bekasi, Wahab Habieby, rekapitulasi di tingkat kabupaten terhambat karena ada persoalan rekapitulasi di Kecamatan Tambun Selatan. Karena, jumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang cukup banyak lebih dari 1.100. Selain itu persaiangan politik di daerah ini khususnya untuk maju sebagai anggota legislatif cukup 'panas'.

Baca Juga

"Politiknya luar biasa sehingga baru bisa menyelesaikan kemarin, Ahad (12/5) sore. Kemudian bisa diplenokan di Kabupaten Bekasi sekitar pukul 21.00 WIB, dan selesai tadi pagi, Senin (13/5) pukul 08.00 WIB," ujar Wahab dalam rapat pleno rekapitulasi KPU Jawa Barat.

Sementara, menurut saksi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Otang Suparlan, PKS merasa dirugikan dengan penghitungan yang dilakukan di KPU Kabupaten Bekasi, khususnya mulai dari tingkat kecamatan. Sebab, pada saat penghitungan ada salah satu desa, yakni Jatimulya, yang tidak ingin melakukan rekapitulasi secara transparan dengan membuka seluruh formulir C1.

Pada saat pembahasan di tingkat kecamatan (PPK), kata Otang, saksi dari PKS sebenarnya sudah meminta ada penghitungan secara transparan karena pihak partai merasa dicurangi. Namun, PPK malah keberatan dan meminta saksi membahas persoalan ini pada pleno KPU tingkat kabupaten.

"Kita membacakan keberatan tapi malah diminta bahasnya nanti saja di pleno (KPU kabupaten), bukannya diselesaikan di situ, padahal kita juga sudah minta penjelasan (perbedaan suara)," kata Otang.

Otang merasa apa yang dilakukan petugas di tingkat kecamatan tidak tepat karena selama ini pleno di tingkat provinsi saja antara KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selalu memfasiitasi penyajian data jika ada yang dirasa kurang tepat.

Menurut Komisoner KPU Kabupaten Bekasi, Wahab, dalam rapat pleno di daerah, PKS memang sudah mengajukan keberatan atas rekapitulasi surat suara karena adanya perbedaan data dalam DA1.

Namun, kata dia, KPU mengacu aturan PKPU Pasal 52 mengenai keberatan saksi. Kemudian, dilakukan penyandingan data antara DA1 yang dimiliki saksi dan dimiliki PPK. Ketika DA1 saksi dan PPK ditandatangani, maka sudah tidak ada perselisihan data. "Dengan itu menurut pandangan kami sudah clear," kata Wahab.

Menurut Kordiv Pengawasan Hubungan Antarlembaga dan Humas Bawaslu Kabupaten Bekasi, Akbar Khadafi, dalam pengawasan yang dilakukan Bawaslu, PKS memang sudah sering melakukan upaya keberatan terhadap hasil rekapitulasi PPK di Kecamatan Tambun Selatan.

Keberatan mereka pun, kata dia, sudah dimasukkan dalam formulir DA2 sebagai bahan untuk dibahas di rapat pleno Kabupaten Bekasi. Akan tetapi, pada detik-detik akhir  saksi dari PKS masih meminta untuk menyandingkan data, padahal waktu sudah tidak kondusif. "Makanya pada saat itu semua langsung diselesaikan," kata Akbar.

Terkait persoalan ini, saksi PKS Otang Suparlan mengatakan, seharusnya dengan adanya perbedaan suara dan tidak adanya transparansi harus ada penghitungan ulang. Sesuai dengan aturan, KPU di Kabupaten Selatan bisa menunda mengirimkan hasil rekapitulasi sampai tiga hari ke depan.

"Apakah surat edaran dari KPU Pusat sudah ada? Karena kan memang bisa diundur sampai tiga hari, tidak harus hari ini juga selesai," kata Otang.

Penggelembungan suara

Otang mengklaim, dari para saksi yang bertugas di Tambun Selatan, terdapat salah satu partai yang suaranya menggelembung bahkan hingga 5.000 suara. Di sisi lain, ada partai politik yang suaranya justru tergerus hingga 1.000 suara. Permasalahan seperti ini yang tidak ada titik temu karena salah satu desa enggan membuka formulir C1 untuk disandingkan.

Salah satu saksi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Andri Sumantri, mengatakan, penghitungan di Kabupaten Bekasi memang rancu. Ia menjelaskan, ketika pleno rekapitulasi di tingkat kecamatan, data yang dipaparkan dalam layar dan data yang dicetak untuk dibagikan tidak sama. "Yang ada di layar suaranya mencapai sekian, tapi pas di print out ini jumlahnya menurun 100 suara," kata Andri.

Andri memastikan, setiap saksi akan mengingat seluruh surat suara yang ada di layar sesuai dengan partai masing-masing. Maka saat ada perbedaan dengan hasil yang dicetak, jelas setiap partai, termasuk PPP, melayangkan keberatan.

"Sayangnya, persoalan ini tidak langsung diselesaikan di tingkat PPK. Mereka meminta partai mengajukan keberatan di pleno tingkat kabupaten atau provinsi," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement