Selasa 14 May 2019 01:43 WIB

BPN akan Dampingi HS Pengancam Pemenggal Kepala Jokowi

BPN menilai penangkapan HS buktikan ketidakadilan aparat.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nashih Nashrullah
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Azhar berjalan saat tiba di PN Jakarta Selatan, Kamis (11/4/2019).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Azhar berjalan saat tiba di PN Jakarta Selatan, Kamis (11/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tim Advokasi hukum (BPN) akan berusaha memberikan pendampingan hukum terhadap Hermawan Susanto alias HS (25), pelaku yang mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo dalam video yang beredar viral. HS telah diciduk Polda Metro Jaya, Ahad (13/5).   

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN), Dahnil Anzar Simanjuntak, menyayangkan sikap polisi yang terlalu mempertontonkan ketidakadilan kepada para pendukung pasangan calon 02. Kasus pria yang mengancam akan memenggal Jokowi, dia anggap sebatas ungkapan emosional, bukan berarti akan melakukan kejahatan. 

Baca Juga

Dahnil menilai ada kecurigaan terkait penegakkan hukum di kepolisian, terkait nama nama tokoh yang sedang tersangkut kasus. Karena dalam penegakan hukum yang paling penting adalah rasa keadilan.  

"Bagi saya polisi terang mempertontonkan ketidakadilan yang telanjang dan vulgar," kata dia, Senin (13/5).

Dahnil membandingkan kasus, anak yang beberapa waktu lalu mengancam dan menghina Jokowi. Melalui video yang sengaja dia buat namun sama sekali tidak ada tindakan hukum.  

"Tengok saja bagaimana seorang yang bernama Nathan mengancam akan membunuh Fadli Zon, si Nathan itu aman dan tidak ada tindakan hukum sama sekali. Tengok bagaimana Victor Laiskodat dengan terang benderang melakukan fitnah, dia aman dari jeratan hukum," sebutnya. 

Karena itu, dia menilai, bila laku ketidakadilan hukum seperti ini terus dipertontonkan pasti akan sangat berdampak buruk bagi stabilitas sosial. Rakyat sama sekali tidak akan percaya dengan polisi, karena lebih banyak digunakan sebagai alat politik.

Aksi-aksi tandingan seperti itu, menurutnya, seolah mudah sekali nongol dan terang bisa diidentifikasi siapa yang menggerakkan mereka. Nyaris peserta aksi tandingan itu tak paham dengan aksi mereka sendiri berdasarkan temuan-temuan relawan di lapangan.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement