REPUBLIKA.CO.ID, UTRECHT -- Bermukim dalam jangka waktu yang lama di negeri orang memang bukan perkara mudah. Suka-duka kehidupan dan rindu akan kampung halaman kerap dirasakan oleh kami, para diaspora, apalagi di saat bulan suci Ramadhan. Kerinduan berkumpul dengan keluarga di Tanah Air begitu besar.
Bersyukur, Utrecht tempat kami bermukim merupakan kota terbesar keempat di Belanda. Kota keuskupan lama ini memiliki populasi penduduk sekitar 420 ribu jiwa, termasuk di antaranya umat Islam. Jumlah kaum Muslimin di sini sekitar 13 ribu jiwa. Di antaranya, terdapat perkumpulan Muslimin Indonesia. Di sinilah tempat kami menjalin silaturahim dan membangun persaudaraan (ukhuwah).
Saat ini tempat kami melaksanakan serangkaian kegiatan adalah sebuah musala kecil nan sederhana.
Di setiap bulan suci Ramadhan, tempat ini menjadi begitu favorit di kalangan komunitas Muslim Indonesia di Kota Utrecht. Bangunan yang kami jadikan tempat berkumpul, berinteraksi, dan menjalankan aktivitas spiritual/ atau keagamaan, memang bukan gedung yang megah.
Itu berupa bangunan sederhana bekas minimarket yang disewa dari uang "gotong royong" jamaah. Namun, bangunan kecil nan bersahaja itu bagaikan oasis sejuk pelepas dahaga di tengah hiruk-pikuk ritme kehidupan Barat. Demikian bagi komunitas Muslim Indonesia yang tergabung dalam organisasi Stichting Generasi Baru (SGB-Utrecht) yang diketuai Bapak Supardi Hasanudin.
Musala yang beralamat di Jalan Bazelstraat nomor 31 ini terletak di jantung kota Utrecht.
Bulan Ramadan yang kami nantikan selalu menjadikan musala kecil sewaan kami penuh sesak dengan jamaah. Keadaan ramai ini terutama saat acara rutin buka puasa bersama, tiap Sabtu.
Para perantau yang menetap di sini, para pelajar, dan bahkan para mualaf warga negara Belanda berkumpul untuk melaksanakan buka bersama, lalu dilanjut dengan shalat maghrib, isya dan tarawih berjamaah.
Di saat Ramadhan, ibu-ibu dengan penuh cinta dan semangat berbagi, menyiapkan dan menyajikan aneka makanan menu khas Indonesia. Sajian-sajian itu untuk iftar dan santap makan malam.
Beragam agenda kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di musala ini yang bertujuan untuk menjalin tali silaturahim dan mempererat semangat persaudaraan. Ada pengajian rutin anak-anak, pengajian rutin ibu-ibu, pengajian rutin khusus buat para mualaf dan kegiatan positif lainnya, layaknya kegiatan masjid-masjid di Indonesia
Senantiasa ada kisah indah dan unik yang sulit kami lupakan ketika kami meretas jejak perjalanan ukhuwah lintas etnis, budaya, dan bahasa. Salah satunya adalah tausiah-tausiah yang disampaikan setidaknya dalam tiga bahasa, yakni Belanda, Indonesia dan Inggris.
Bukan sesuatu yang mudah memang berpuasa di Benua Biru ini. Selain durasi waktu puasa yang cukup lama, hampir 18 jam, segala aktivitas kegiatan berjalan seperti bulan-bulan lainnya, termasuk tempat-tempat makan minum yang buka seperti biasa.
Namun bagi kami puasa Ramadan adalah satu dari lima Rukun Islam yang wajib kami jalani, sebagai Muslim, dengan penuh keikhlasan dan ketaatan. Puasa juga adalah saat untuk introspeksi diri dan bukti kecintaan kami pada Sang Maha Pencipta.
*) Penulis adalah Ristiyanti Handayani dari SGB Utrecht, Belanda. Dia merupakan mantan pendidik yang berasal dari Bandung, Jawa Barat. Pertama kali datang ke Belanda pada 2011. Sejak 2014, dia menetap di Utrecht bersama suami yang warga negara Belanda.