REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Proyek Light Rail Transit (LRT) di bekasi mengalami kendala. Proyek LRT atau kereta api ringan Jabodebek lintas Cawang - Bekasi Timur baru mencapai 56 persen.
Sebelumnya, PT Adhi Karya Tbk menargetkan proyek itu selesai pada tahun 2019 ini. Keterlamabatan itu dikarenakan tak kunjung tuntasnya proses pembebasan lahan warga yang akan dijadikan Depo LRT di stasiun Jati Mulya.
Depo LRT di Stasiun Jati Mulya itu akan dibangun di Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Lahan seluas 12 hektare dibutuhkan sebagai stasiun dan tempat parkir kereta ringan itu.
Direktur Utama PT Adhi Karya Budi Harto, mengatakan, memang pembangunan jalur LRT lintas Cawang-Beksi Timur terhambat di Kelurahan Jatimulya, Tambun Selatan.
"Terhambat disana karena itu lahan akan digunakan untuk depo," kata Budi kepada Republika, Senin (13/5).
Proyek LRT pun ditargetkan rampung pada medio tahun 2020. Kepala Seksi Pengadaan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi, Agus Susanto, mengatakan, pembebasan lahan yang sudah dimulai sejak awal tahun 2018 itu idealnya bisa tuntas pada Desember 2018. Namun, hingga Mei 2019 ini, ganti rugi lahan warga yang diselesaikan baru sekitar 60 persen.
Keterlambatan itu, kata Agus, disebabkan warga enggan memberikan data tanah mereka. Penolakan warga itu, sambung dia, tak lepas dari lemahnya sosialisasi pembebasan tanah oleh pihak pemerintah provinsi (pemprov).
"Kita dilapangan kan pelaksana. Kalau warga tidak mau yang kita tidak bisa lakukan pendataan," kata dia.
Menurut Agus, sosialisai oleh pemprov selama ini terbilang kurang. Beberapa diantaranya, kata dia, masih ada warga yang belum mengetahui sejauh mana depo LRT itu akan dibangun di wilayah mereka.
Selain itu, sambung Agus, tahapan proses pembebasan juga tidak diketahui warga setempat. "Akhirnya warga bingung ketika proses pembebasan tanah didata oleh kita," ucap Agus.