Selasa 14 May 2019 12:37 WIB

JK Bicara Kasus Hukum UBN, Eggi, Hingga Kivlan Zen

Eggi Sudjana dan Kivlan Zen membantah tuduhan makar.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Elba Damhuri
Presiden Jokowi dan Wapres JK hadiri undangan buka bersama di rumah dinas Ketua MPR Zulkifli Hasan, Jumat (10/5).
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Presiden Jokowi dan Wapres JK hadiri undangan buka bersama di rumah dinas Ketua MPR Zulkifli Hasan, Jumat (10/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai penetapan tersangka sejumlah tokoh seperti Ustaz Bachtiar Nasir dan Eggi Sudjana maupun penyidikan terhadap Kivlan Zen murni persoalan hukum. JK mengatakan, proses hukum terhadap ketiganya bukan karena posisi mereka sebagai lawan politik penguasa.

“Diperiksa bukan karena oposisinya. Jadi, dia diperiksa atas mungkin beberapa tindakannya atau beberapa kejadian dan tidak ada hubungan dengan oposisi, tapi karena tidak sesuai hukum,” kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (13/5).

Menurut JK, Indonesia merupakan negara yang mengenal kebebasan berpendapat sehingga beroposisi diperbolehkan dalam aturan perundang-undangan. Namun, JK menegaskan, kebebasan berpendapat harus tetap sesuai prosedur undang-undang. “Saya kira beroposisi di Indonesia itu hal yang biasa, boleh, sesuai UU. (Sesuai) UUD juga boleh berpendapat,” ujar dia.

Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Eggi Sudjana sebagai tersangka kasus dugaan makar. Ustaz Bachtiar Nasir juga menjadi tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana penggelapan dana yayasan. Sementara itu, Kivlan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong dan makar.

Eggi memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya pada Senin (13/5) sore dengan didampingi tim kuasa hukumnya. Mengenakan kemeja putih, peci, dan membawa dua buah Alquran, Eggi menyatakan berterima kasih atas keputusan penyidik yang menetapkannya sebagai tersangka.

“Kalau saya, tinjauan spiritual saya malah terima kasih jadi tersangka ini. Kenapa? Karena ini peluang untuk membuktikan atau entry point supaya kejujuran, kebenaran, keadilan bisa tampak,” kata Eggi.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu tetap membantah bahwa dirinya melakukan makar. Ucapan yang dia lontarkan untuk mengajak masyarakat melakukan people power, menurut dia, sudah dilakukan dengan aksi unjuk rasa di depan gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, pekan lalu.

“Itulah people power-nya walaupun enggak banyak (jumlah massa). Artinya, unjuk rasa saja sah itu,” ujar dia. Atas penetapan tersangkanya ini, Eggi juga telah melayangkan gugatan praperadilan pada Jumat (10/5).

Kivlan Zen juga membantah dituduh terkait dengan kasus dugaan penyebaran berita bohong dan makar. Setelah diperiksa selama lima jam oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kivlan membantah semua tuduhan terhadapnya itu.

“Saya tidak punya senjata. Saya tidak punya pengikut, pasukan. Saya tidak punya niat untuk mendirikan negara sendiri, pemerintahan sendiri yang baru pengganti Jokowi. Tidak ada,” kata dia.

Kivlan dicecar 26 pertanyaan oleh penyidik sejak sekitar pukul 10.30 hingga 15.30 WIB. Dia menyerahkan penyelesaian kasus ini kepada Polri. “Saya anggap ini sudah selesai. Insya Allah ini baik-baik saja. Saya percaya kepada Polri sebagai profesional,” kata Kivlan.

Mantan kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat ini dilaporkan seseorang bernama Jalaludin asal Serang, Banten. Perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana penyebaran berita bohong (hoaks) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 14 dan atau pasal 15 terhadap keamanan negara atau makar.

Seumur hidup

Polisi juga menjerat HS, pemuda yang mengancam Presiden Joko Widodo (Jokowi), menggunakan pasal tentang makar dengan ancaman pidana maksimal seumur hidup. Wakil Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi mengatakan, alasan HS dikenakan pasal makar karena mengancam keselamatan kepala negara.

“Tersangka dijerat pasal 104 KUHP dan atau pasal 110 KUHP, pasal 336 dan pasal 27 ayat 4 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena yang bersangkutan diduga melakukan perbuatan dugaan makar dengan maksud membunuh dan melakukan pengancaman terhadap presiden,” kata Ade.

Penetapan tersangka HS mengundang komentar dari juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN), Dahnil Anzar Simanjuntak. Perlakuan terhadap HS dan remaja berusia 16 tahun berinisial SS yang menyebut Presiden Jokowi sebagai kacungnya pada Mei 2018 dinilai berbeda. Dahnil mempertanyakan tindak lanjut pengusutan SS.

“Jelas yang dilakukan anak ini salah dan melanggar hukum, harus ditindak. Namun, pertanyaannya bagaimana dengan Nathan yang akan membunuh @fadlizon dan seorang anak yang menyebut Presiden sebagai kacung dia. Apakah mereka diperlakukan sama dan ditangkap?” tulis Dahnil di akun Twitter-nya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengklaim tidak ada perbedaan perlakuan terhadap kedua pelaku kasus pengancaman presiden itu. Argo menyebut, SS yang berusia 16 tahun itu pun telah ditangkap. Namun, karena masih di bawah umur, pelaku diperlakukan berbeda dan berada di tempat khusus.

Argo bahkan menyebut berkas perkara SS telah lengkap alias P21. Berkas perkara itu pun, kata Argo, telah dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. “(Berkas perkara) sudah P21, sudah tahap dua, sudah kita lakukan semuanya, sudah kita kirim ke kejaksaan,” ujar Argo.

(antara/flori sidebang ed: mas alamil huda)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement