REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian pasien asma menilai penggunaan obat inhalasi dapat membatalkan ibadah puasa. Karena itu, tak sedikit pasien asma yang pada akhirnya memilih untuk tidak menggunakan obat yang diresepkan dokter selama berpuasa.
Penggunaan obat inhalasi secara teratur dan sesuai anjuran dokter merupakan salah satu kunci dalam mengontrol penyakit asma. Obat inhalasi untuk pasien asma dapat berupa obat pelega napas dan obat pengontrol asma.
Obat pelega napas digunakan bila serangan terjadi. Fungsi dari obat tersebut berfungsi untuk melegakan napas dengan cepat. Obat ini tidak boleh dipakai terus-menerus dan tidak berfungsi untuk menyembuhkan penyakit. Obat pelega napas secara umum memiliki warna hijau atau biru pada kemasan.
Obat pengontrol asma perlu dipakai secara rutin setiap hari oleh pasien asma. Obat ini merupakan obat antiinflamasi.
Faisal mengatakan, pasien asma perlu memakai obat pengontrol asma bila penyakit asma yang diderita sudah persisten atau menetap. Obat pengontrol asma biasanya memiliki warna ungu, merah, atau cokelat pada kemasannya.
"Kegagalan pengobatan umumnya karena ketidakpatuhan memakai obat pengontrol," terang Pakar asma Indonesia Prof dr Faisal Yunus PhD SpP(K) dalam Peringatan Hari Asma Sedunia di Rumah PDPI, Jakarta.
Terkait penggunaan obat inhalasi dan puasa Ramadhan, Faisal mengungkapkan, ia sudah cukup sering mengonfirmasikan kepada ulama. Faisal mengatakan, menurut fatwa ulama, penggunaan obat inhalasi diperbolehkan bila diperlukan.
Selain itu, Faisal mengatakan obat inhalasi tidak masuk ke dalam saluran pencernaan, melainkan saluran pernapasan. Mengabaikan obat yang diresepkan dokter selama berpuasa justru akan membuat saluran napas terasa berat sehingga sulit untuk berpuasa secara optimal.
Faisal mengatakan, ada obat inhalasi yang bisa bertahan selama 12 jam. Dengan begitu, pasien asma yang merasa ragu bisa menggunakan obat ini di saat sahur dan setelah berbuka.
"Malah ada yang 24 jam, tapi yang umum yang 12 jam dan bisa dipakai dua kali sehari," ungkap Faisal.