REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2019 hingga ke depan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) akan menjadi fokus pemerintah. Pembangunan di desa dengan menggunakan dana desa telah mampu membangun infrastruktur dengan skala yang masif, berikutnya fokus pada pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu proses dari pemberdayaan SDM yaitu mengirim kepala desa, pendamping desa, pengurus BUMDes untuk dapat belajar keluar negeri.
Hal tersebut disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo saat menerima kunjungan tiga kepala desa yang sudah mengikuti ASEAN Plus Three Village Leaders Exchange Program pada tanggal 5-11 Mei di Yunnan Cina. Ketiganya yaitu, Hardi Kepala Desa Poleonro, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Sumaryono Kepala Desa Margasakti, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu, dan Alimuddin Kepala Desa Kandolo, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
“Kita mengadakan kerja sama dengan badan-badan dunia dan negara sahabat, mereka memberikan beasiswa mudah-mudahan tahun ini bisa dapat 1.000 beasiswa untuk kepala desa, pendamping desa, belajar di luar negeri, mudah-mudahan dengan belajar mereka bisa melihat, merasakan, dan menerapkan program-program yang baik yang ada di luar negeri tersebut ke desanya masing-masing di Indonesia sehingga percepatan pertumbuhan ekonomi di desa-desa menjadi lebih cepat dari empat tahun terakhir,” ujarnya selepas pertemuan di Kantor Kemendes PDDT, Jakarta, Senin (13/5) lalu, seperti dalam siaran persnya.
Ia juga mengapresiasi mereka yang sudah berani menjadi perwakilan negara dan berani berbicara di depan semua delegasi. Dimana di negara lain diwakili oleh pemerintah, kalau Indonesia yang langsung bicara adalah kepala desanya dan hasil dari pertemuan itu dari mereka belajar di beberapa tempat di Cina akan diterapkan bisnis modelnya di desanya masing-masing.
“Mereka berkomitmen dalam tiga bulan ini sudah ada hasilnya, nanti akan saya cek apakah sesuai harapan atau tidak. Pastinya dari Kemendes PDTT akan membantu memastikan agar mereka sukses,” tegasnya.
Sumaryono, Kepala Desa Margaskati, mengatakan banyak pengalaman yang didapat selama belajar di Yunnan di antaranya bagaimana pengentasan kemiskinan di desa, membangun infrastruktur yang terintegrasi di desa.
“Desa Margasakti akan berinovasi dalam program integrasi yaitu akan membuat inovasi teknologi pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi produk minyak goreng, mentega, sabun, lilin dan lain-lain. Juga akan menerapkan desa wisata yang terinspirasi dari pemukiman Hebian Village di Yunnan, yang disitu nanti akan dikombinasikan antara sumber daya alam yang ada yaitu sumber daya air dengan wisata menopolitan dengan BUMDes, mudah-mudahan jadi pemicu desa-desa yang lain,” ungkapnya optimistis.
Pada tahun 2019 desanya mengalokasikan dana desa dengan penyertaan modal Rp 350 juta dalam menunjang pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng. Ini diserahkan sepenuhnya pada BUMDes Maju Jaya Sakti untuk mengelola terutama pembangunan pabrik kelapa sawit.
Sementara itu, Kepala Desa Poleonro, Hardi mengatakan ada beberapa rencana yang akan dilakukan di desanya. Pertama pengembangan produk unggulan desa berdasarkan potensi yang dimiliki seperti yang dilaksanakan di Thailand memadukan kegiatan pertanian dengan kegiatan pariwisata.
“Di tempat kami akan dilakukan pengembangan destinasi digital yang pusat pertumbuhannya itu ada di sektor pertanian. Destinasi digital itu desa wisata tetapi proses promosi dilakukan melalui media sosial. Dari ekowisata ini pengunjung bisa menggunakan moda transportasi delman dan singgah ditempat cinderamata. Ada juga kelompok musik anak muda untuk menghibur. Ini menumbuhkan semua sektor,” terangnya.
Rencananya tempat tersebut akan dibuka 2-3 kali seminggu. Di dalam destinasi digital tidak ada transaksi dalam bentuk tunai. Mereka membeli koin. Ini diharapkan betul-betul melibatkan banyak orang dan menghidupkan ekonomi kerakyatan. Potensi pasar yang akan ditangkap karena biasanya generasi milenial akan datang ke tempat-tempat seperti itu.
"Kami tidak lagi terlalu fokus membangun fisik atau infrastruktur tapi lebih fokus ke pemberdayaan masyarakat karena sangat banyak mendorong pertumbuhan ekonomi, lahirnya usahawan-usahawan baru, industri-industri baru, dan makin banyak aktivitas ekonomi. Harapannya destinasi digital ini menjadi pilar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,” jelasnya optimistis.
Begitu juga dengan Kepala Desa Kandolo, Alimuddin mengatakan bahwa bukan persoalan kekurangan duit yang ada di desa tapi yang ada adalah kekurangan gagasan, ide, inovasi sehingga desa tertinggal. Oleh karena itu di desanya akan mencoba inovasi yang awalnya membuat gula aren, gula semut dari air nira dari tungku dimasak dengan kayu diindustrikan dengan menggunakan mesin. Jumlah produksinya pun meningkat dengan biaya operasioanl lebih efisien.
“Kalau meggunakan tungku, untuk memasak 50 liter air nira perlu waktu sehari full. Kalau menggunakan elpiji atau gas dengan mesin dengan 50 liter hanya cukup waktu dua jam. Dengan modal lima pohon aren saja mereka bisa hidup, menguliahkan anaknya," ujar Alimuddin.
Di Desa Kandolo ada BUMDes, sudah mengelola tiga unit usaha, air bersih pam desa mengaliri 80 Kepala Keluarga (KK), pipanisasi delapan kilometer, air isi ulang, usaha jual beli sawit/ TBS. BUMDES Madani sejahtera sudah menghasilkan PAD 200
juta per tahun. Sebanyak 40 persennya untuk penyertaan modal, 40 persen untuk gaji karyawan, 20 persen untuk PAD Desa. Bagi yang berhubungan dengan persalinan di gratiskan, 2019 semoga tidak ada lagi angka kematian ibu dan anak.
Kemudian, embung yang terintegrasikan dengan wisata dengan bingkai inovasi desa. Desa Kandolo menurut Alimuddin, akan Mengajak semua rumah tangga untuk berkreasi buat industri di rumah masing-masing. Saat ini bumdes punya PAD, punya modal, akses pemasaran ada, silakan berkreasi di rumah masing-masing.
"Selain bertani ada pendapatan yang kontinyu oleh setiap kepala keluarga di desa kami,” terangnya.