REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imsak secara harfiah berarti 'menahan' atau 'memelihara'. Misalnya, dalam kata fa imsakun bi ma'ruf (Alquran surah al-Baqarah ayat 229). Artinya: ''Kemudian tahan atau peliharalah (dia) dengan cara yang baik."
Dalam percakapan sehari-hari, kata imsak lebih banyak dipergunakan untuk pengertian atau sebutan bagi waktu menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalkan ibadah puasa menjelang terbit fajar atau waktu subuh.
Menahan diri dari makan, minum dan lain-lain yang membatalkan puasa di saat-saat menjelang terbit fajar (waktu subuh), bukan merupakan hal yang mesti atau harus dilakukan melainkan hanya sekadar anjuran dan peringatan bagi orang-orang yang hendak berpuasa tentang akan segeranya tiba waktu subuh, di mana waktu pelaksanaan ibadah puasa harus dimulai.
Imsak yang lama waktunya sekitar 10 menit itu, ditentukan sebagai usaha untuk melakukan ihtiyat (kehati-hatian) demi kesempurnaan pelaksanaan ibadah puasa itu sendiri, khususnya di bulan suci Ramadhan.
Seperti diketahui, waktu pelaksanaan ibadah puasa (wajib atau sunah) dimulai sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. (Perhatikan ayat Alquran surat al-Baqarah 187) yang artinya: "...dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam..."
Untuk menghindari kemungkinan puasa seseorang menjadi kurang sempurna atau bahkan menjadi batal karena masih makan dan minum sahur atau melakukan hal-hal lain yang membatalkan puasa setelah fajar menyingsing maka diadakanlah waktu imsah; pada waktu itu orang-orang yang tengah makan dan minum sahur sebaiknya segera menghentikan sahurnya karena waktu subuh sudah akan segera tiba (dekat).
Namun demikian, tidak berarti orang yang masih terus makan dan minum sahur di waktu imsak, puasanya menjadi batal, karena menahan diri dari makan dan minum serta melakukan lain-lain hal yang membatalkan puasa di waktu imsak, hanya merupakan ihtiyat (berhati-hati) bukan sesuatu yang diperintahkan oleh agama.