REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan, pemerintah tak akan membentuk tim pencari fakta untuk mengungkap meninggalnya ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) saat pemilu kemarin. Sebab, kata dia, Kementerian Kesehatan juga telah membentuk tim untuk menyelidiki penyebab jatuhnya korban jiwa.
"Apa itu pencari fakta, enggak perlu pencari fakta. Ini kan tim yang diperlukan adalah tim yang tadi disampaikan menteri kesehatan. Untuk mencari faktor-faktor sisi kesehatan, beban kerjanya itu yang perlu dicari," ujar Moeldoko.
Ia juga membantah meninggalnya ratusan petugas pemilu tersebut disebabkan oleh racun. Isu tersebut dinilainya merupakan isu yang sesat.
"Tidak ada kematian yang seperti diberitakan, ada kematian yang tidak wajar dicurigai ada racun, tetek bengek ini sebuah pernyataan yang sesat, jadi tidak ada yang seperti itu," kata dia.
Moeldoko mengatakan, penyebab meninggalnya petugas pemilu bisa dibuktikan melalui investigasi medis. Karena itu, mantan Panglima TNI itu meminta agar masyarakat tak membuat pernyataan-pernyataan yang membuat suasana pascapemilu semakin kisruh.
"Kematian bisa dibuktikan secara penyakitnya, berikutnya secara usianya dan hal-hal alamiah, jadi ini tolong supaya masyarakat memahami situasi dengan baik, dengan benar, agar tidak menjadi kisruh begitu," ujarnya.
Meskipun tak membentuk tim pencari fakta, pemerintah akan tetap mengkaji berbagai kemungkinan dan faktor penyebab jatuhnya korban jiwa, baik dari sisi kesehatan maupun beban kerja para petugas KPPS.
"Jadi masukan IDI itu bagus. Risiko pekerjaan, nah ini perlu kita cari resiko pekerjaan itu, apakah pekerjaannya terlalu berlebihan 11 atau 12 jam atau 8 jam ini cari. Ini risiko pekerjaan ini bagus jadi masukan," jelas Moeldoko.
Dengan demikian, sambungnya, pemerintah dapat melakukan evaluasi untuk menyelenggarakan pemilu berikutnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyebut mayoritas petugas KPPS yang meninggal berusia di atas 50 tahun hingga 70 tahun. Berdasarkan data audit medik yang sudah terkumpul dari 25 provinsi, mayoritas para petugas pemilu meninggal karena penyakit jantung dan juga hipertensi.
"Kematian ini ternyata 51 persen disebabkan penyakit cardiovascular atau jantung, termasuk di dalamnya stroke dan infrag, ditambah hipertensi (menjadi) 53 persen. Hipertensi yang emergency bisa menyebabkan kematian, kita masukan dalam cardiovascular," jelas Nila di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (14/5).
Selain penyakit jantung dan juga hipertensi, Nila menyebut penyebab kematian tertinggi kedua yakni gagal pernapasan. Sedangkan penyebab kematian karena kecelakaan sebanyak sembilan persen. "Dalam hal ini ada gagal ginjal, ada sakit diabetes melitus, dan juga ada penyakit liver. Liver juga akan menyebabkan hepatitum dan akhirnya menyebabkan kematian," tambahnya.