Rabu 15 May 2019 15:32 WIB

Sejarawan: Banyak Orang Salah Singkatan 'Jas Merah'

Dalam pidatonya, Sukarno menyebut Indonesia menghadapi tahun yang gawat.

Para pekerja memasang gambar-gambar Presiden pertama RI Sukarno di Jl Sukarno, Kota Bandung. (Republika/Edi Yusuf)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Para pekerja memasang gambar-gambar Presiden pertama RI Sukarno di Jl Sukarno, Kota Bandung. (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Rushdy Hoesein mengatakan banyak orang, termasuk para pejabat yang salah mengutip singkatan Jas Merah dari pidato Presiden pertama Indonesia Sukarno (Bung Karno). Banyak orang menyebut Jas Merah sebagai singkatan dari 'Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah'.

"Padahal yang betul adalah 'Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah'. Ada makna yang berbeda antara 'melupakan' dengan 'meninggalkan'," kata Rushdy dalam bedah pidato Bung Karno yang diadakan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (15/5).

Baca Juga

Rushdy kemudian mencontohkan dia memiliki kunci rumah. Setiap pergi meninggalkan rumahnya dia tidak akan pernah meninggalkan kunci rumahnya, meskipun mungkin suatu ketika lupa membawa.

Rushdy mengatakan pidato Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah! yang disampaikan pada 17 Agustus 1966 merupakan pidato kepresidenan Bung Karno yang terakhir. Pada 1967, Bung Karno bukan lagi presiden.

"Dalam pidato tersebut, Bung Karno menyebut antara lain Indonesia menghadapi tahun yang gawat, konflik sesama anak bangsa, dan seterusnya," ujarnya.

Menurut Rushdy, opini masyarakat setelah itu memang terkesan dan dikesankan seolah-olah terkait pada kondisi bangsa yang progresif revolusioner. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta Suyatno mengatakan pidato-pidato Bung Karno merupakan suatu rentetan dan memiliki benang merah.

"Pidato-pidato Bung Karno menggambarkan perjalanan revolusi Indonesia dari masa ke masa. Revolusi Indonesia mengalami masa-masa krusial dan juga mengalami kemenangan," katanya.

Penulis Roso Daras mengatakan perlu ada upaya menjembatani pemikiran-pemikiran Bung Karno dengan generasi muda. "Harus ada penafsiran terhadap pidato-pidato dan karya-karya Bung Karno dalam konteks kekinian sehingga generasi muda bisa memahami Bung Karno," kata penulis Aktualisasi Pidato Terakhir Bung Karno, Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement