REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pertanahan Nasional (BPN) memastikan upaya pencegahan munculnya para spekulan tanah di lokasi ibu kota baru terpilih. Upaya itu akan ditempuh melalui pembekuan tanah yang dijadikan sebagai tempat pembangunan.
Kepala BPN, Sofyan Djalil, mengungkapkan, pihaknya segera melakukan pendataan tentang status penguasaan, kepemilikan, dan manfaat dari tanah yang ada. Setelah semua data lengkap, pembekuan tanah siap diterapkan.
“Kita akan lakukan pembekuan. Siapapun tidak boleh menjual tanah kepada siapapun. Kecuali kepada otoritas atau BUMN. Itu untuk tanah individu,” kata Sofyan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/5).
Lebih lanjut, Sofyan menyampaikan, adapun untuk tanah negara yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) maupun lahan pertambangan memiliki jangka waktu untuk kembali ke tangan pemerintah. Karena itu, kata dia, sedapat mungkin pembangunan ibu kota baru mengoptimalkan menggunakan tanah-tanah yang secara adminstratif dimiliki negara.
“Saran saya, jangan berspekulasi. Nanti rugi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, menambahkan, jika saat ini sudah ada praktik spekulasi untuk menaikkan harga tanah dipastikan dilakukan oleh pribadi. Pemerintah tidak dapat disalahkan karena belum mengumumkan lokasi yang dipilih menjadi ibu kota baru.
Senada dengan Sofyan, Bambang menegaskan, belajar dari pengalaman dalam setiap pembangunan, praktik spekulan sama sekali tidak menguntungkan. Apalagi jika suatu pembangunan dilakukan di atas tanah milik negara.
“Tidak ada untungnya. Pembangunan ibu kota baru akan pakai lahan pemerintah. Termasuk dalam perluasannya nanti kita siapkan dengan lahan milik negara,” ujarnya.
Sebagai informasi, finalisasi kajian dan penentuan lokasi ibu kota baru akan diumumkan pada tahun ini. Dengan begitu, groundbreaking pembangunan ibu kota baru dapat dimulai pada 2021 mendatang. Adapun target fungsionalisasi ibu kota baru diharapkan dapat dimulai pada tahun 2024.