REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Pihak berwenang Sri Lanka menyatakan kelompok-kelompok penganut Budha garis keras kemungkinan berada di balik gelombang kerusuhan anti-Muslim. Mereka melakukannya sebagai pembalasan atas pemboman Paskah bulan lalu.
"Ini adalah serangan terorganisir terhadap rumah-rumah bisnis Muslim dan bangunan," kata menteri industri perkebunan, Navin Dissanayake dalam konferensi pers pemerintah, dilansir dari Aljazirah, Kamis (16/5).
"Saya pikir organisasi-organisasi ini adalah Amith Weerasinghe, Dan Priyasad, dan Namal Kumara," ucap Dissanayake, saat ditanya siapa yang mengorganisir serangan. Ia merujuk pada kelompok garis keras budha yang ditangkap pada Selasa.
Sebelumnya serangan bom pada 21 April, diklaim oleh militan ISIS. Mereka menargetkan gereja-gereja dan hotel-hotel, menewaskan lebih dari 250 orang. Pemboman tersebut meningkatkan ketakutan akan serangan balasan terhadap Muslim minoritas di negara itu.
Dalam kerusuhan anti-Muslim yang dimulai pada Ahad (12/5), massa bergerak melalui kota-kota di barat laut Sri Lanka. Mereka menggeledah masjid, membakar Alquran, dan menyerang toko-toko dengan bom bensin.
Pihak berwenang telah menangkap puluhan tersangka dalam kerusuhan. Mereka termasuk dari tiga yang digambarkan sebagai kelompok garis keras Buddha Sinhala yang telah diselidiki untuk tindakan serupa di provinsi Kandy, tahun lalu.
Media lokal melaporkan pada Rabu bahwa Priyasad dibebaskan dengan jaminan, sementara Weerasinghe dikembalikan pada 28 Mei. Sedangkan status Kumara masih belum jelas.
Warga Muslim berjumlah 10 persen dari populasi 22 juta penduduk Sri Lanka. Sebagian besar warga negara Sri Lanka beragama budha.
Pulau Samudra Hindia itu hancur selama beberapa dekade oleh perang saudara antara separatis dari minoritas Tamil yang mayoritas Hindu dan pemerintah yang didominasi Buddha Sinhala. Pemerintah menghentikan pemberontakan sekitar 10 tahun yang lalu. Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok garis keras budha, yang dipimpin oleh Bodu Bala Sena (BBS) atau 'Buddhist Power Force' telah memicu permusuhan terhadap Muslim.
Dalam konferensi pers yang sama, Menteri administrasi publik, Ranjith Madduma Bandara mengatakan, kelompok di balik serangan itu memiliki tujuan politik.
"Kelompok ini berusaha menodai citra pemerintah dan menunjukkan pemerintah tidak mampu menangani situasi ini," katanya, tanpa menyebut nama organisasi itu.
Pihak berwenang mengatakan pulau yang sebelumnya terjadi kerusuhan kini tenang kembali. Mereka menyatakan tidak ada lagi kekerasan anti-Muslim seperti yang dilaporkan pada Rabu.