REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengomentari sikap calon presiden (capres) Prabowo Subianto yang menolak hasil penghitungan suara versi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dianggapnya curang. Yusril menjelaskan anggapan adanya kecurangan tersebut perlu dibuktikan di pengadilan, dalam hal ini MK sehingga sesuai dengan prinsip hukum.
"Kita ingin supaya secara proses itu secara konstitusional. Karena itu, kalau kita menuduh ada kecurangan maka kita wajib membuktikan kecurangan itu ada," kata Yusril saat ditemui di acara buka puasa bersama Ketua DPD Oesman Sapta Odang (Oso) di Kuningan, Jakarta, Rabu (15/5).
Mantan menteri kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu juga mengomentari pernyataan sejumlah petinggi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang tidak akan melaporkan dugaan kecurangan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan memilih langkah people power. Ia berpendapat people power hanyalah satu cara mendesak perubahan untuk membentuk konstitusional.
"Tidak ada yang namanya people power itu yang ujungnya tidak mencari bentuk yang konstitusional," jelasnya.
Ia pun mengajak semua pihak untuk taat dan mengikuti semua proses konstitusional yang berlaku yaitu melalui jalur MK. Sebab, hanya MK yang berhak menyatakan adanya kecurangan dan menentukan diselenggarakannya pemungutan suara ulang.
"Jadi, tidak ada pihak manapun yang bisa mengatakan dia sebagai pemenang pemilu atau sebagai kalah dalam pemilu, satu-satunya adalah MK. Jadi, tidak bisa ada klaim yang bersifat sepihak," jelasnya.