REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mendalami dugaan keterlibatan Ketua BNP2TKI, Nusron Wahid terkait kasus suap yang menjerat anggota DPR, Bowo Sidik Pangarso. Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif menegaskan, KPK akan memanggil dan memeriksa Nusron dalam kasus tersebut.
"Ya semua yang terlibat dan disebut, biasanya kan kami mintai klarifikasi," kata Syarif saat dikonfirmasi, Kamis (16/5).
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah pun membenarkan KPK terus mengembangkan perkara Bowo. Menurutnya, kebutuhan-kebutuhan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang informasinya muncul di tahap penyidikan baik dari tersangka ataupun dari saksi terbuka kemungkinan dilakukan pemanggilan. Namun ia tidak bisa memastikan kapan Nusron akan dipanggil.
"Tapi apakah akan dilakukan dalam waktu dekat atau apakah akan dilakukan pemanggilan untuk nama-nama tertentu itu nanti penyidik yang tahu," kata Febri.
Febri memastikan, kasus ini terus berjalan untuk dua kasus. Pertama kasus dugaan suap, kedua dugaan penerimaan gratifikasi.
Nama Nusron diseret Bowo dalam pusaran suap jasa pengangkutan pupuk Indonesia. Bowo mengaku diperintahkan Nusron menyiapkan 400 ribu amplop cikal bakal 'serangan fajar' Pemilu 2019.
Diketahui, Bowo merupakan caleg pejawat Golkar dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Tengah II. Bowo dan Nusron maju sebagai caleg di dapil yang sama.
Bowo melalui kuasa hukumnya saat itu Saut Edward Rajagukguk pernah menyebut jika Nusron lebih banyak menyiapkan amunisi untuk politik kotornya sebanyak 600 ribu amplop.
Bahkan ia juga menyebut jika perintah menyiapkan 400 ribu amplop itu disampaikan Nusron secara langsung saat melakukan pertemuan dengan Bowo di Gedung DPR RI.
Sebaliknya, Nusron membantah semua pernyataan Bowo. Ia menyebut pernyataan Bowo, tidak benar.
KPK menetapkan Bowo bersama Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti dan pejabat PT Inersia, Indung sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk milik PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT HTK.
Bowo dan Idung sebagai penerima sedangkan Asty pemberi suap. Bowo diduga meminta fee dari PT HTK atas biaya angkut. Total fee yang diterima Bowo 2 dollar AS permetric ton. Diduga telah terjadi enam kali menerima fee di sejumlah tempat seperti rumah sakit, hotel dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85,130 dollar AS.
Bowo dan Indung selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Asty selaku penyuap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.