REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para sahabat diserang rasa penasaran. Mereka memperhatikan Muhammad SAW menyatakan sebuah pernyataan hingga tiga kali, "Demi Allah, seseorang tidak beriman." Agar segera mendapatkan jawaban, mereka bertanya, "Siapa itu ya Rasul?" Jawabannya, orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.
Dalam kesempatan lain, Muhammad melalui hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, menuturkan, siapa saja yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaknya tidak menyakiti tetangganya. Islam memberikan panduan agar seorang Muslim berbuat dan menjalin hubungan baik dengan tetangganya.
Sopian Muhammad, dalam bukunya, Manajemen Cinta Sang Nabi, menjelaskan, begitu tinggi kedudukan tetangga di hadapan Rasulullah sehingga beliau menjaga dan memberikan hak-hak mereka. Lebih jauh, mereka dianggap sebagai saudara terdekatnya. Tak heran, para tetangganya diperlakukan dengan kasih sayang.
Aisyah pernah mendengar suaminya itu menceritakan mengenai Jibril yang tak henti-hentinya berwasiat kepadanya tentang tetangga. Beliau berlaku baik terhadap tetangganya dengan menyampaikan salam, bertegur sapa, serta menanyakan kabar mereka.
Salam akan menumbuhkan benih cinta di antara sesama Muslim, termasuk kepada tetangganya yang seagama itu. Saling mengucapkan salam dapat mencairkan kekakuan dan menghapus prasangka yang mungkin semula berkembang di dalam hati.
Abdullah bin Amr bin Ash pernah memperoleh pelajaran bahwa amalan yang paling baik dalam Islam adalah memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal maupun yang belum dikenal. Berkah dan kebaikan dari Allah akan dicurahkan oleh Allah SWT kepada pemberi salam.
Bukan salam saja yang menjadi dasar bagi hubungan baik dengan tetangga. Memuliakan dan berbuat baik kepada mereka dicontohkan oleh Muhammad. Caranya, dengan menjaga nama baik tetangga, tidak membuka aibnya, dan memelihara hubungan dekat dengan tetangga.
Allah telah memandu umat-Nya. Seorang Muslim mesti berbuat baik kepada kedua orang tuanya, kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat dan jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Muslim diingatkan, Allah tak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.
Memberi sesuatu kepada tetangga merupakan bagian dari amal baik kepada mereka. Rasul, misalnya, kerap memberi makanan kepada tetangganya yang dhuafa. Meski ia sendiri hidup tak berkecukupan, keadaan itu tak menghalanginya untuk tetap berbagi kepada tetangganya.
Termasuk dalam memasak, dia meminta agar apa yang dimasak keluarganya bisa dinikmati oleh tetangga meskipun sekadar kuah sayur. Abu Dzar pernah memperoleh pelajaran mengenai hal itu dari sahabatnya, Muhammad. Jika memasak sayur, jelas Abu Dzar, perbanyaklah kuah dan perhatikan tetangga.
Tak selayaknya seorang Mukmin kenyang, sedangkan tetangganya dalam kondisi kelaparan. Nabi Muhammad sering pula memberikan hadiah kepada tetangganya. Ia menganjurkan untuk saling menyampaikan hadiah yang niscaya bakal menumbuhkan rasa saling mencintai.
Pemberian sekecil apa pun dari tetangga sepatutnya tak diremehkan. "Para Muslimah, janganlah ada seseorang pun yang meremehkan hadiah tetangga meskipun itu adalah sepotong kaki kambing," kata Rasulullah mengingatkan. Skala prioritas perlu diterapkan dalam memberi kepada tetangga.
Aisyah pernah menanyakan hal itu kepada Nabi. Bila ada dua tetangga, pilihlah yang paling dekat pintunya. Nabi memberi teladan ini dengan memberi kepada para ahli sufah yang biasa tinggal di masjid karena miskin dan tak memiliki tempat tinggal. Kebetulan tempat tinggal Nabi dekat masjid.
Bila suatu saat tetangga jatuh sakit, dianjurkan untuk menjenguk dan mendoakan agar segera disembuhkan. Apalagi, dijenguk adalah salah satu hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya. Ada lima hak, yaitu menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang bersin.
Ustaz Aam Amiruddin dalam Bedah Masalah Kontemporer mengatakan, dalam surah an-Nisa ayat 36 diperintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga dekat dan jauh. Maksud tetangga dekat adalah tetangga yang masih ada hubungan nasab atau seagama.
Sedangkan, tetangga jauh, urai dia, adalah tetangga yang tak ada hubungan nasab atau berbeda agama. Dengan demikian, Muslim diperintahkan untuk menghomarti tetangganya, baik yang Muslim maupun non-Muslim.