REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Real Estate Indonesia (REI) meminta pemerintah untuk memastikan status tanah yang nantinya bakal dijadikan lokasi pembangunan ibu kota baru. Ketua REI, Soeleman Soemawinata, mengatakan, berbagai kemungkinan persoalan tanah wajib diantisipasi agar pembangunan berjalan sesuai harapan.
“Seandainya pembangunan ibu kota ingin dipercepat, problem-problem tanah itu harus direduksi karena ini kepentingan negara yang sangat besar,” kata Soeleman kepada wartawan di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (16/5).
Ia menuturkan, masalah yang kerap kali timbul akibat persoalan tanah yakni terkait para spekulan yang mempermainkan harga secara sepihak. Soeleman mengatakan, jika benar pembangunan ibu kota baru menggunakan tanah negara, seyogianya swasta tak lagi perlu menghabiskan waktu untuk negosiasi penggunaan tanah.
“Tentu pemerintah harus sudah secure tanah itu sehingga tidak lagi perlu waktu untuk negosiasi. Tanahnya bisa kita beli atau pemerintah memberikan tanah ke swasta atau BUMN untuk dibangun,” katanya.
Selain itu, Soeleman menegaskan, perlu adanya kepastian perizinan bagi swasta yang terlibat dalam pembangunan. Kemudahan itu sekaligus sebagai bentuk insentif dari pemerintah bagi pengusaha yang mau berkontribusi.
Seperti halnya pembangunan yang melibatkan peran swasta, Soeleman mengatakan, pemerintah tidak akan mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan. Seluruh kebutuhan dana bersumber dari aset perusahaan swasta atau pinjaman dari perbankan.
Karena itu, pengusaha berharap pemerintah juga memperhatikan soal perizinan baik dari tingkat pusat maupun hingga ke level daerah yang dipilih nanti. “Bagaimana swasta diberi kesempatan untuk membangun, tapi dari segi pelayanan juga cepat. Itu yang penting,” ujarnya.
Menurut dia, pembangunan ibu kota baru cukup menarik bagi pengusaha. Sebab, diperkirakan akan ada 400 ribu keluarga yang pindah dari Ibu Kota Jakarta ke ibu kota baru nantinya. Peluang bisnis permukiman dan penunjang kegiatan komersial dinilai menjanjikan karena adanya kepastian pasar.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro, mengatakan, APBN akan menyumbang sekitar Rp 30,6 triliun dari total kebutuhan anggaran sebesar Rp 466 triliun. Sisanya, sebanyak Rp 340,6 triliun bersumber dari skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KBPU) sebanyak Rp 340,6 triliun dan murni swasta Rp 95 triliun.
Pembiayaan dari skema KBPU dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur utama, sarana pendidikan dan kesehatan, lembaga pemasyarakatan, serta sarana dan prasarana penunjang. Adapun pembiayaan swasta murni diberikan jatah untuk pembangunan perguruan tinggi, sarana kesehatan, perhotelan, serta science e-technopark.