REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta polisi tak sembarangan menangkapi gerakan massa yang memprotes hasil pilpres dan menyebutnya sebagai tindakan makar. Protes yang dilakukan massa, dinilai Fahri merupakan tindakan biasa.
"Anggaplah itu sebagai kekecewaan. Orang main bola aja ada kekecewaan apalagi orang pilpres. Jadi tolong liat itu secara tenang gitu lho, jangan takut ini ada makar, mana ada orang makar hari gini," kata Fahri di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis (16/5).
Represif kepolisian dinilai Fahri justru bisa menimbulkan massa tidak terkendali. Menurut dia, belakangan ini polisi bertindak terlalu berlebihan dalam menggunakan pasal makar.
Ia merujuk pada sejumlah tokoh yang disangkutkan dengan pasal makar, misalnya Amien Rais yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas tuduhan sama. "Masa orang yang ngomong pakai mulut doang disebut makar. Udahlah ya, delik makar itu ada bahasa hukumnya jangan dikarang-karang sama orang sekarang," kata Fahri.
Fahri pun menjelaskan, 'makar mulut' sudah tidak lagi diatur dalam undang-undang Indonesia. Pada mulanya, makar atau onslaught terbagi menjadi dua, yakni makar ucapan dan bersenjata. Makar ucapan sudah dihapus. Sementara itu, makar yang harusnya ditindak adalah dengan kekuatan bersenjata.
"Jadi mulut ini udah gak ada pidananya lagi sekarang. Mulut udah aman di republik ini, kok mulut jadi repot kita ini," ujar Fahri.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono (tengah) didampingi Wadir Krimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi (kiri) dan Kanit I Subdit Jatanras Polda Metro Jaya AKP Hendro Sukmono (kanan) menunjukan foto tersangka dan sejumlah barang bukti saat rilis kasus video dugaan makar dan ancaman pembunuhan terhadap Presiden Jokowi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/5).
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menanggapi kasus yang menimpa sejumlah tokoh yang dilaporkan ke kepolisian atas tuduhan makar. Menurutnya, pasal kasus makar digunakan terlalu berlebihan pascapemilihan umum (Pemilu) 2019.
"Sedikit-sedikit makar, saya bukan membela si A atau si B, kita sebagai warga negara yang tinggal di negara yang demokrasi itu memiliki hak dan kesempatan yang seluas luasnya untuk berbicara," ujar Ray saat dihubungi, Kamis (16/5).
Ia meminta kepada kepolisian untuk tak terlalu mudah menjatuhkan pasal kasus makar kepada seorang tokoh. Menurut Ray menjelaskan, tuduhan makar tidak dapat dijatuhkan pada seseorang hanya dari pidato atau orasinya. "Tidak cukup pada omongan, makar itu tindakan yang pada skala tertentu dapat menjatuhkan presiden atau kekuasaan yang sah," ujar Ray.
Perlu diketahui, sejumlah tokoh telah dilaporkan ke kepolisian dalam kasus dugaan makar. Beberapa diantaranya adalah aktivis Eggi Sudjana dan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KSAD) Mayor Jenderal Purnawiran Kivlan Zen.