Jumat 17 May 2019 09:36 WIB

JK Usul Platform Bersama Cegah Ekstremisme Online

Christchruch Call merupakan pertemuan untuk menanggulangi terorisme daring.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir dalam press briefing media, di Kemenlu, Jakarta, Kamis (16/5).
Foto: Republika/Fergi Nadira
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir dalam press briefing media, di Kemenlu, Jakarta, Kamis (16/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia turut hadir dalam pertemuan The Christchurch Call to Action di Istana Elysee, Paris, Kamis (16/5). Dalam acara yang digagas Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dan Presiden Prancis Immanuel Macron, Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (Wapres JK) hadir.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indoensia (Kemenlu RI) mengatakan, JK menyampaikan beberapa poin penting di acara tersebut. Christchruch Call merupakan pertemuan negara-negara untuk menyepakati perjanjian terkait penanggulangan terorisme, khususnya melalui digital.

Baca Juga

"Indonesia menekankan pentingnya internet governance. Sebagaimana diketahui salah satu kontributor cepat tersebarnya paham-paham radikal dan ekstremisme adalah melalui internet," ujar Arrmanatha di Ruang Palapa, Kemenlu RI, Kamis (16/5).

JK mengusulkan membuat suatu platform bersama yang dapat tercipta lebih baik guna mengontrol dan mencegah tersebarnya paham-paham tersebut melalui internet. Perjanjian yang juga merupakan inisiatif internasional itu bertujuan mengangkat perhatian internasional terkait bahaya terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme yang tersebar melalui digital. Inisiatif itu berguna mengambil langkah bersama dalam mencegah paham tersebut.

"Tidak ada negara yang ingin ancaman radikalisme, ekstremisme, dan terorisme," kata Arrmanatha.

JK juga menekankan dibutuhkannya peningkatan community civilians. Dalam hal ini, negara harus terus mendorong toleransi serta solidaritas dari sejak dini seperti yang dilakukan Indonesia, melalui berbagai upaya di sekolah serta menyediakan program-program soal perdamaian.

"Selain itu harus ada kerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta penyedia sambungan internet untuk dapat menyaring informasi negatif," ujar Arrmanatha.

Perjanjian ini diambil usai atas inisiatif usai pelaku teror asal Australia mengusik ketenangan di kota yang terkenal aman dan damai, Christchurch, Selandia Baru. Dalam aksi terornya yang menewaskan lebih dari 50 orang, pelaku menyiarkan aksinya secara langsung melalui akun pribadi Facebook di fitur siaran langsung.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement