REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis syaraf, Robiah Khairani Hasibuan atau Ani Hasibuan melalui kuasa hukumnya, mempertimbangkan untuk melaporkan portal berita tamshnews.com terkait berita soal penyebab gugurnya ratusan petugas KPPS. Media tersebut dinilai tak menggunakan kaidah jurnalistik.
"Iya akan kami pertimbangkan, karena dia tidak pakai prinsip jurnalisme yang sehat. Muatannya juga yang mengandung pencemaran yang dilakukan oleh muatan berita ini," kata kuasa hukum Ani Hasibuan, Amin Fahrudin, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (17/5).
Karena berita tersebut, kata Amin, akhirnya publik menilai bahwa yang menyatakan KPPS meninggal secara masal karena diracun itu, digiring kepada kliennya, yaitu Ani Hasibuan. Bahkan sejumlah pihak membuat meme-meme tak bertanggung jawab.
"Dibikin semacam meme bahwa ini diracun, kemudian di mention bahwa ini pendapatnya dokter Hasibuan," ujar Amin.
Kendati demikian, Amin tidak menyebutkan kapan akan melakukan langkah pada media tersebut. Ini karena pihaknya akan melakukan kajian terlebih dahulu mengenai portal berita ini untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Kami masih berpikir apakah media portal tamshnews.com ini apakah merupakan lembaga pemberitaan resmi yang punya SIUP ataukah dia semacam blog pribadi. Apalagi kalau tidak ada, dia bukan redaksi resmi, bukan kantor berita resmi maka yang akan kami laporkan kemungkinan besar adalah melaporkan kepada penyidik Polri," ucap Amin.
Ani Hasibuan sendiri diagendakan untuk diperiksa pada Jumat ini mulai pukul 10.00 WIB di gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Ani Hasibuan dipanggil sebagai saksi dalam perkara dugaan penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian.
Disebutkan dalam surat panggilan untuk Ani, konten yang terdapat di portal berita tamshnews.com pada 12 Mei 2019 menjadi latar belakang pemanggilan Ani Hasibuan. Adapun berita itu berjudul ''Dr. Ani Hasibuan SpS: Pembantaian Pemilu, Gugurnya 573 KPPS''.
Surat panggilan untuk Ani Hasibuan, bernomor S.Pgl/1158/V/RES.2.5./2019/Dit Reskrimsus. Dia dipanggil terkait dugaan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 35 jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 56 KUHP.
Perkaranya adalah dugaan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).