REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kadivhumas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan para terorisme kelompok Jamaah Ansharut Daulah memiliki rencana memanfaatkan momentum pengumuman Komisi Pemilihan Umum pada 22 Mei 2019. Mereka memanfaatkan gerakan people power untuk melancarkan aksi teror.
"Sebanyak 29 tersangka yang ditangkap bulan ini (Mei) berencana aksi amaliyah dengan menyerang kerumunan massa 22 Mei 2019 nanti dengan menggunakan bom, senjata," kata Irjen Pol Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Jakarta, Jumat.
Dari 29 tersangka tersebut, 18 orang di antaranya terlibat dalam membuat bom.
Sementara 9 orang lainnya merupakan anggota aktif JAD dan pernah terlibat pelatihan militer di dalam negeri dan di Suriah. "Mereka kader JAD yang berangkat ke Suriah sebagai foreign terrorist fighters," katanya.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal (kanan) didampingi Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (kiri) menunjukkan salah satu barang bukti saat konferensi pers pengungkapan kasus terorisme jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Dua tersangka lainnya diketahui pernah hijrah ke Suriah dan belajar membuat bom asap di Aleppo. Dari tangan para tersangka, sejumlah barang bukti yang disita polisi diantaranya satu pucuk senapan angin, lima kotak peluru, satu pisau lempar, botol biang parfum berisi TATP, empat pistol dan dua busur panah.
Dalam konferensi pers tersebut, diperlihatkan video testimoni salah seorang tersangka teroris berinisial DY yang hendak berencana melakukan aksi teror pada 22 Mei 2019.
"Saya DY alias J alias B, memimpin beberapa ikhwan untuk melakukan amaliyah pada 22 Mei 2019, dengan menggunakan remote. Pada tanggal tersebut akan ada kerumunan massa. Even yang bagus menurut saya untuk melakukan amaliyah. Karena pesta demokrasi itu syirik akbar yang membatalkan keislaman," kata DY dalam video.