REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pembangunan beberapa Bimaristan di berbagai kota-kota Islam mencapai puncak kemegahannya pada Dinasti Abbasiyah. Misalnya, pada dinasti ini telah dibangun sarana peristirahatan dan hiburan yang nyaman di dalamnya.
Dr Ahmad Isa Bik rahimahullah dalam karyanya Tarikh al-Bimaristanat Fi al-Islam mengungkap khalifah al-Mansur merupakan orang yang berjasa dalam menentukan konsep modern dalam pembangunan bimaristan agar diikuti oleh para khalifah setelahnya.
Di zaman khalifah al-Ma'mun didirikan bimaristan khusus untuk para wanita, anak-anak, dan lansia. Pada zaman Abbasiyah yang juga dikenal sebagai zaman keemasan Islam telah dibangun tiga bimaristan terbesar yang berada di tiga kota. Yaitu, Bimaristan al-Adhudi di Baghdad, Bimaristan an-Nuri di Damaskus, dan Bimaristan al-Manshuri di Kairo.
Di buku tersebut penulis juga menyebutkan ada dua macam bimaristan di awal kemunculannya, yakni bimaristan yang tetap dan yang bergerak. Bimaristan yang tetap berupa bangunan di suatu tempat tertentu, sebagaimana yang terdapat di ibu kota negara-negara Islam dahulu seperti Kairo, Baghdad dan Damaskus. Peninggalan bangunannya masih bisa disaksikan sampai sekarang, seperti Bimaristan Al-Manshuri di Kairo atau lebih dikenal dengan nama Qalawun di zaman sekarang.
Sementara itu, bimaristan yang bergerak adalah sekelompok dokter yang bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, di mana terdapat orang sakit dan menyebarnya wabah penyakit. Atau, ia berpindah mengikuti peperangan. Seperti Bimaristan Muhammad bin Malkasyah di zaman Abbasiyah yang mengikuti ke manapun tentara Islam berada, rumah sakit berjalan itu dilengkapi kendaraan berupa 40 ekor unta dan berada di bawah pengawasan dokter Islam; Ubaidillah bin Mudzaffar. Di zaman sekarang bimaristan yang bergerak sama seperti mobil Ambulans.
Walaupun bimaristan ini masih baru, akan tetapi secara konsep, peraturan, dan ketertibannya sangat sempurna dan menakjubkan. Misalnya, bimaristan ini telah dibagi dalam dua bagian yang terpisah. Bangunan pertama untuk laki-laki dan bangunan satunya untuk perempuan, kemudian di kedua bagian itu telah disiapkan berbagai alat kedokteran, perawat, dan dokter-dokter yang ahli di bidangnya. Selanjutnya kedua bangunan terpisah itu dibagi-bagi ke dalam beberapa ruangan luas sesuai penyakit yang diderita pasien. Seperti ruang penyakit dalam, ruang penyakit lepra, ruang bius, dan ruang bedah atau operasi.
Disebutkan dalam buku ini bahwa bangunan bimaristan memiliki bentuk arsitektur sangat unik dan luas, dengan air yang mengalir di bawah lantai-lantainya. Air yang mengalir ini berfungsi untuk mendinginkan ruangan dan sekaligus memberikan kesegaran. Sehingga memberikan ketenangan pikiran kepada pasien.
Saat itu, bimaristan sudah dilengkapi pula dengan apotek obat-obatan yang disebut dengan istilah "Syarabikhanah" dan dikepalai oleh seorang ketua apoteker yang digelari syekh. Sedangkan kepala bimaristan dikenal dengan istilah "Sa'ur". Di setiap ruangan terdapat kepala-kepala bagian yang membawkan beberapa orang sesuai bidangnya. penulis adalah alumnus Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.