REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA— Penasehat kemanusiaan PBB pada Kamis (16/5) mengutuk serangan terhadap warga sipil dan instalasi kesehatan di zona penurunan ketegangan di Idlib, Suriah.
Ketika berbicara dalam satu taklimat setelah pertemuan Satuan Tugas Kemanusiaan Internasional (HTF) untuk Suriah, Penasehat Senior Kemanusiaan PBB Najat Rochdi, mengatakan sedikitnya 100 warga sipil kehilangan nyawa mereka atau cedera dalam serangan belum lama ini di Provinsi Idlib, bagian barat-laut Suriah.
"Peningkatan bentrokan baru-baru ini telah mengakibatkan kematian dan kerusakan sementara laporan diterima mengenai lebih dari 180 ribu orang meninggalkan rumah mereka menuju daerah yang yang mereka anggap lebih aman, jauh dari kerusuhan," kata Rochdi, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu, Jumat (17/5).
Layanan kesehatan dan instalasi medis telah diserang dalam peningkatan pemboman dan serangan udara baru-baru ini, kata wanita pejabat itu. Dia menambahkan ada laporan bahwa 18 instalasi telah diserang di Provinsi Hama, Idlib, dan Aleppo sejak 28 April.
"Sejalan dengan hukum kemanusiaan, satuan medis harus selalu dihormati dan dilindungi dan tak boleh dijadikan sasaran serangan," kata Rochdi. Dia merujuk kepada pekerja kesehatan dan serangan terhadap instalasi medis.
Rochdi juga menyatakan ada hampir tiga juta orang di Idlib, 2,1 juta orang sudah memerlukan dukungan kemanusiaan dan 1,4 juta orang kehilangan tempat tinggal setidaknya satu kali.
"Dengan pemboman dan serangan udara ini, orang yang sama kehilangan tempat tinggal untuk kedua kali, ketiga kali, dan bahkan keempat kali," tambah wanita pejabat tersebut.
"Pemboman udara, termasuk penggunaan bom barel yang dilaporkan mengakibatkan kerusakan parah pada prasarana umum dan korban jiwa sipil adalah perbuatan perang yang bertentangan dengan setiap prinsip kemanusiaan," kata penasehat kemanusiaan itu. Dia mengecam pemerintah Presiden Bashar al-Assad atas serangan itu.
Rochdi menekankan bahwa, perlindungan dan kewajiban untuk melindungi adalah tanggung-jawab bersama, itu bukan hanya tanggung-jawab kemanusiaan.
Turki saat ini memiliki 12 pos pengawas gencatan senjata di zona penurunan ketegangan di Idlib, sebagai bagian dari kerangka kerja Kesepakatan Astana, sementara Rusia memiliki 10 pos.
Pemerintah Bashar dilaporkan mengabaikan kesepakatan tersebut dan terus melancarkan serangan di zona penurunan ketegangan Idlib.
Turki dan Rusia pada September lalu sepakat untuk mengubah Idlib menjadi zona penurunan ketegangan, tempat perbuatan agresi akan dengan tegas dilarang.