REPUBLIKA.CO.ID, Laporan Fauziah Mursid/Wartawan Republika.co.id dari Jenewa, Swiss
JENEWA--Waktu menunjukan pukul 21.07 waktu Swiss, saat rombongan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan Mufidah Jusuf Kalla memasuki kawasan Route de La Capite 229, tempat Wisma Wakil Tetap RI di Jenewa. Kamis (16/5) hari itu, JK dan rombongan mengadakan buka puasa bersama dengan para warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Swiss.
Para WNI pun langsung menyambut kedatangan JK, yang setidaknya mampu menghangatkan dinginnya Wisma yang saat itu bersuhu 7°celcius.
"Asssalamualaikum," kata JK saat memasuki Wisma RI, yang dijawab salam oleh para WNI di Swiss.
Tanpa beduk maupun kumandang azan Magrib, hanya mengacu jadwal waktu puasa dari komunitas setempat, JK dan para WNI pun berbuka puasa. Ada kurma, cendol dan beberapa hidangan masakan Indonesia yang tersedia seperti gulai daging, perkedel ayam kecap, dan tumis.
JK pun didampingi Ibu Mufidah Jusuf Kalla langsung memasuki Wisma untuk melaksanakan Sholat Magrib berjamaah dengan para WNI dan menyantap menu berbuka puasa. Sebelum selanjutnya, ia menyapa para WNI yang berasal dari beberapa wilayah di Jenewa, Swiss tersebut.
Saat menyapa para WNI di Swiss, JK terlebih dahulu menyinggung kabar dari Tanah Air yang masih ramai diperbincangkan yakni persoalan Pemilu. "Mungkin saya perlu tanya, sekarang bagaimana hasil Pemilu?" kata JK yang kemudian mengundang gelak tawa para WNI
Mula-mula, JK menyebut, pelaksanaan Pemilu Indonesia kali ini memang paling rumit di dunia karena menggabungkan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif. Apalagi dengan sistem Pemilu terbuka untuk 16 partai yang membuat calon begitu banyak.
"Digabung lebih sulit lagi ternyata. jadi begitu pemilihan presiden, pileg, DPD, lalu DPRD jadi lima. Kalau di LN cuma dua kertas, kalau di Indonesia ada lima kertas. Mengingat orang saja begitu susah, lebarnya sampai satu meter. saya kira tidak ada kertas referendum di Awiss ini satu meter," kata JK.
Namun demikian, JK bersyukur pelaksaanan Pemilu 17 April lalu berjalan lancar, meskipun masih terdapat kekurangan. JK mengatakan, sistem Pemilu 2019 yang rumit ini telah memforsir para petugas KPPS dan mengakibatkan ratusan petugas meninggal dunia.
"Kita juga merasa bersedih begitu banyak orang meninggal akibat menyelesaian pemilu yang rumit ini," kata JK.
"Menurut Informasi KPU ada 500an meninggal, memang sulit, walaupun dipresentasi tidak banyak, tapi satu orang meninggal pun, harus sangat disayangkan, apalagi 500," kata JK.
JK juga menyingung suasana di Tanah Air yang menghangat jelang pengumuman hasil rekapitulasi KPU pada 22 Mei mendatang. JK memastikan, kondisi di Tanah Air baik-baik saja, tidak seperti tergambar di media sosial.
Ia juga meyakini tidak akan terjadi masalah yang besar pasca pengumuman dari KPU.
"Saya ingin menyampaikan bahwa negeri kita alhamdulilah, tidak, kalau baca medsos memang ribut terus tapi di bawah tdk ada apa apa. Jadi beda, negara lain, kalau di Pakistan Afganistan dan lain lain, kalau pemilu tembak-tembakan, bahkan calon ditembak," ujar JK.
JK juga optimistis isu-isu yang berhembus seperti people power pasca Pemilu tidak akan terjadi. Hal itu menurut JK, karena kondisi saat ini tidak memenuhi kondisi terjadinya people power. JK menyebutkan, people power yang terjadi negara lain maupun di Tanah Air seperti pada 1965 maupum 1998 silam, selain karena kondisi politik juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi.
Sementara saat ini, meski kondisi politik menghangat, namun kondisi perekonomian Indonesia baik.
"Jadi saya yakin tidak akan terjadi itu people power itu," kata JK.
Ia pun menyinggung pihak yang tidak ingin menerima hasil pemilihan presiden yang ditetapkan KPU pada 22 Mei mendatang. JK menilai, jika ada pihak yang menolak Pilpres, maka akan berdampak pada hasil Pemilihan Legislatif (Pileg).
"Kalau anda baca dimana-mana, ada bahaya di Tanah Air, kalau KPU tidak adil, tidak mengakui, kalau tidak mengakui, bahayanya kalau tidak mengakui, maka DPR tidak dilantik juga," ujar JK.
Terakhir, sebelum JK menutup sambutannya, ia juga menitipkan pesan kepada para WNI yang tengah bekerja maupun belajar di Swiss. JK meminta agar para WNI saat kembali ke Tanah Air menularkan hal-hal positif ke Indonesia.
"Semoga sebagai diaspora bisa menularkan teknologi atau nilai yang didapat dsini dan diterapkan dalam hidup kita,"