Sabtu 18 May 2019 13:23 WIB

Sejarah Islam: Ada Apa di Balik Nama Madinah?

Cak Nur membahas makna di balik nama Madinah

Masjid Nabawi di Kota Madinah, Arab Saudi.
Foto: Republika/Musiron/ca
Masjid Nabawi di Kota Madinah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kira-kira pada 622 Masehi, penduduk kota ini amat sangat bersuka cita. Mereka menerima kehadiran Nabi Muhammad SAW yang berhijrah dengan sahabatnya, Abu Bakar ash-Shiddiq, dari Makkah. Sejak saat itu, nama kota tempat tinggal mereka diubah, yakni dari Yastrib menjadi Madinah.

Bukan tanpa alasan Rasulullah SAW memilih nama al-Madinah al-Munawwarah. Cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid (Cak Nur) (1939-2005) pernah menelaah masalah ini dalam sebuah artikelnya.

Baca Juga

Menurut Cak Nur, kebijakan Nabi SAW mengubah nama kota itu bukan perkara kebetulan. Di baliknya, terkandung makna yang luas dan mendalam, mengubah cara hidup masyarakat di Jazirah Arab.

Secara kebahasaan, kata madinah berarti 'kota.' Kata ini punya akar kata yang sama dengan din yang berarti 'agama.' Kedua kata itu berasal dari tiga huruf yang digabungkan, yaitu "d-y-n" (dal-ya'-nun), yang bermakna dasar 'patuh.'

Dengan demikian, lanjut Cak Nur, baik madinah maupun din mengajarkan sikap tunduk-patuh kepada Sang Maha Pencipta. 'Kepatuhan penuh pasrah' kepada Tuhan, dalam bahasa Arab disebut sebagai Islam, yang memiliki makna 'damai' dan 'keselamatan.'

Perkataan madinah yang digunakan Nabi SAW untuk mengganti nama Yatsrib menyiratkan semacam deklarasi. Di tempat baru itu hendak diwujudkan suatu masyarakat yang tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Secara sosial dan politik, masyarakat itu divisikan teratur atau berperaturan, sebagaimana mestinya sebuah tatanan yang ideal.

"Maka, madinah adalah pola kehidupan sosial yang sopan, yang ditegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk patuh kepada peraturan atau hukum. Sistem yang dibangun merujuk kepada pola kehidupan teratur dalam lingkungan masyarakat yang disebut kota,'' jelasnya.

Dalam konteks Jazirah Arab, konsep peradaban itu terkait erat dengan pola kehidupan menetap di suatu tempat. Karena tidak nomaden, pola hidup bermasyarakat pun akan hadir (hadlarah/beradab) di tempat itu. Mereka hidup menetap dan teratur, maka kemudian melahirkan peradaban. Dan peradaban di Madinah adalah peradaban Islam mula-mula.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement