REPUBLIKA.CO.ID, MANAMA – Pemerintah Bahrain telah memerintahkan warganya yang berada di Iran dan Irak agar segera hengkang dari kedua negara tersebut. Perintah itu dikeluarkan pada saat ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat (AS) terus meningkat.
Dalam keterangan yang dirilis pada Sabtu (18/5), Kementerian Luar Negeri Bahrain tak mengungkap secara detail mengapa warganya harus meninggalkan Iran dan Irak. Ia hanya mengatakan bahwa keadaan regional tak stabil dan adanya potensi ancaman.
Bahrain juga melarang warganya mengunjungi kedua negara tersebut. Sebelumnya Departemen Luar Negeri AS telah memerintahkan staf diplomatik non-darurat di kedutaan besarnya di Irak agar segera meninggalkan negara itu.
Washington menilai terdapat ancaman nyata dari Iran. Perusahaan minyak global, Exxon, turut mengevakuasi pegawainya dari Baghdad.
Iran dan AS sedang terlibat dalam sebuah perang urat saraf. Setelah mundur dari kesepakatan nuklir pada Mei tahun lalu, Washington masih memaksa Iran agar sudi merundingkan kembali program nuklirnya.
Namun Teheran menolak tuntutan AS. Sikap keras Iran dianggap cukup wajar karena setelah mundur dari kesepakatan nuklir, Washington kembali menerapkan sanksi ekonomi terhadapnya. Pekan lalu, AS mengerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan pesawat bomber B-52 ke Teluk Persia.
Presiden AS Donald Trump tak menjelaskan alasan pengerahan armada militer itu secara gamblang. Dia hanya mengatakan bahwa terdapat ancaman. Langkah AS kian memanaskan situasi di Teluk. Teheran telah menegaskan bahwa mereka tak menghendaki peperangan. Namun ia juga sesumbar tak ada pihak yang berani membuat konfrontasi dengannya.
Irak akhirnya harus terseret dalam perselisihan antara AS dan Iran. Baghdad diketahui menjalin kerja sama dengan kedua negara itu. AS pun memiliki sekitar lima ribu pasukan di Irak. Dalam kasus ini, Irak dianggap berada dalam posisi terjepit.