Ahad 19 May 2019 15:14 WIB

Khofifah tak Larang Jajarannya Terima Bingkisan Lebaran

Khofifah mengingatkan, bingkisan yang boleh diterima dengan batas Rp 1 juta per orang

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andi Nur Aminah
Gubernur Jawa Timur sekaligus Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa menyampaikan sambutan saat Halaqoh Kebangsaan Muslimat NU di Asrama Haji, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (16/3/2019).
Foto: Antara/Moch Asim
Gubernur Jawa Timur sekaligus Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa menyampaikan sambutan saat Halaqoh Kebangsaan Muslimat NU di Asrama Haji, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (16/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan tidak akan melarang bupati, wali kota, maupun perangkat pemerintahannya untuk menerima parsel atau bingkisan saat Lebaran. Namun demikian, Khofifah mengingatkan, bingkisan yang boleh diterima harus tetap sesuai dengan peraturan yang ada, dan ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Dimana pemberian untuk hari raya keagamaan, dengan batas Rp 1 juta per orang. Pemberian ini boleh diterima, begitu juga dengan PNS. Kan ada maksimumnya. Maksimumnya kan satu juta," kata Khofifah, saat Sidak Parsel di Pertokoan Ondemohen surabaya, Ahad (19/5).

Baca Juga

Khofifah mengingatkan, pemberian apapun terhadap pejabat negara, disebut gratifikasi, dan wajib dilaporkan kepada KPK. Namun, kata dia, ada beberapa gratifikasi yang tidak harus dilaporkan KPK, seperti pemberian untuk hari raya keagamaan yang nilainya di bawah Rp 1 juta.

"Di sini (toko yang menjual parsel) harganya masih di bawah regulasi KPK atau di bawah Rp 1 juta. Regulasi KPK kan maksimum Rp 1 juta," ujar Khofifah.

Sebelumnya, KPK mengimbau seluruh jajaran pegawai negeri agar tidak menerima gratifikasi, termasuk yang berupa bingkisan atau parsel saat lebaran. Imbauan tersebut disampaikan melalui surat edaran yang dikeluarkan pada 8 Mei 2019.

Berdasarkan surat edaran tersebut, setiap pegawai negeri yang menerima gratifikasi diwajibkan melapor kepada KPK maksimal 30 hari kerja setelah penerimaan. Apabila gratifikasi tidak dilaporkan, maka tindakan itu akan dianggap praktik suap. Penerimanya diancam hukuman penjara empat sampai 20 tahun, serta denda senilai Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement