REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengimbau agar warga Persyarikatan Muhammadiyah menerima apapun hasil pemilu dan siapapun yang terpilih sebagai Presiden-Wakil Presiden. Hal itu, kata ia, tetap berdasarkan tuntunan amar ma'ruf nahi munkar sesuai paham organisasi.
Menurut Mu'ti, warga Muhammadiyah hendaknya bisa menjadi warga negara yang santun, taat hukum, dan mengikuti khittah dan kepribadian Muhammadiyah. Ia juga mengimbau agar warga negara Indonesia untuk berusaha menjadi warga yang baik dan mematuhi hukum serta perundang-undangan.
"Sesuai dengan point ketiga Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH), Muhammadiyah mematuhi hukum yang berlaku di NKRI, warga Persyarikatan hendaknya tidak mengikuti hiruk pikuk aksi massa 22 Mei," kata Mu'ti, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Ahad (19/5).
Kendati begitu, ia mengatakan bahwa menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan adalah hak warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar. Sepanjang dilaksanakan sesuai dengan undang-undang, menurutnya, aksi massa merupakan wujud partisipasi publik dalam demokrasi yang harus dihormati.
Karena itu, ia meminta aparatur keamanan hendaknya bekerja profesional untuk menjaga keamanan masyarakat, bangsa, dan negara dengan tidak bertindak represif dan pre-emptif. Aparat harus tetap mengutamakan pendekatan persuasif dan menghindari cara-cara militeristik agar terhindarkan dari bentrokan fisik dan jatuhnya korban jiwa.
Selain itu, Mu'ti mengingatkan agar penyelenggaraan pemilu tetap berkerja secara profesional sesuai undang-undang. Sebagai lembaga negara yang mandiri, ia mengatakan KPU dan Bawaslu harus tetap independen dan adil, tidak boleh tunduk oleh tekanan siapapun, kelompok, dan lembaga manapun, baik Pemerintah, partai politik, maupun aksi-aksi massa.
Selain itu, Mu'ti juga mengimbau agar partai politik, para calon legislatif, dan calon presiden-wakil presiden beserta para pendukungnya, agar dapat berjiwa besar, legawa dan bijaksana menerima hasil-hasil Pemilu sebagai sebuah kenyataan dan konsekuensi dari kehendak rakyat Indonesia.
Apabila terdapat keberatan terhadap hasil Pemilu, mereka hendaknya menempuh jalur hukum dan undang-undang dengan tetap mengedepankan dan mengutamakan persatuan dan kerukunan bangsa.
Ia juga mengimbau agar para elite hendaknya bisa menjadi teladan berbangsa dan bernegara yang sebaik-baiknya. Hal itu salah satunya dengan tidak memperalat rakyat untuk meraih kekuasaan, jabatan, serta kepentingan pribadi dan golongan.
Di sini, ia menekankan perlunya semua pihak, terutama tokoh dan pemimpin bangsa, agar duduk bersama dengan pikiran dan hati yang jernih untuk melaksanakan musyawarah. Dengan itu, diharapkan bisa menemukan solusi terbaik bagi bangsa dan negara. "Harus ada jalan keluar terbaik yang bisa diterima semua pihak bukan zero sum game," tambahnya.
Seperti diketahui, KPU akan mengumumkan hasil Pilpres 2019 serta pemilu legislatif yang berlangsung 17 April lalu pada 22 Mei mendatang. Namun, beredar kabar akan ada aksi massa di hari pengumuman hasil pilpres tersebut. Bahkan, polisi menyatakan akan memberikan aksi tegas kepada para pendemo yang diduga akan berbuat anarkis.