Senin 20 May 2019 14:27 WIB

KPK Minta Praperadilan Sofyan Basir Ditunda

Tim biro hukum KPK masih membutuhkan koordinasi terkait kebutuhan praperadilan

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (6/5).
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (6/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Dirut nonaktif PLN Sofyan Basir dalam kasus suap PLTU Riau-1 ditunda. Sedianya sidang perdana praperadilan Sofyan digelar di PN Jakarta Selatan, Senin (20/5) hari ini.

"Biro Hukum KPK telah mengirimkan surat Jumat (17/5) kemarin ke PN Jaksel meminta penjadwalan ulang persidangan praperadilan yang diajukan SFB selama 4 minggu," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (20/5.)

Alasan permintaan  penjadwalan ulang sidang lantaran tim biro hukum KPK masih membutuhkan koordinasi terkait kebutuhan praperadilan. "Untuk kapan jadwal berikutnya, KPK menyerahkan pada Hakim yang ditunjuk," ucap Febri.

Kuasa hukum Sofyan, Soesilo Aribowo mengungkapkan alasan permohonan praperadilan, lantaran penetapan kliennya sebagai tersangka dianggap tak sesuai dengan KUHAP dan dua alat bukti belum jelas.

"Menganggap proses penetapan sebagai tersangka tidak sesuai KUHAP dan dua alat bukti untuk menetapkan tersangka belum jelas," tuturnya.

Sofyan Basir mengajukan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL pada Rabu (8/5) lalu. Dalam permohonannya, Sofyan  mempermasalahkan sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK dalam hal ini selaku termohon.

Setidaknya ada sejumlah petitum permohonan dari Sofyan Basir. Dalam provisi, misalnya, memerintahkan KPK selaku termohon untuk tidak melakukan tindakan hukum apapun kepada Sofyan Basir. Tindakan hukum itu di antaranya melakukan pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan tidak melimpahkan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement