Senin 20 May 2019 17:25 WIB

Pelaku Mutilasi Dituntut 15 Tahun Penjara

Pelaku tidak mengalami gangguan berpikir atau schizophrenia

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Lokasi ini sempat dijadikan tempat tidur pelaku mutilasi, Sugeng Santoso (49), di Jodipan Wetan Gang III, Kota Malang. Di lokasi ini, Sugeng telah meninggalkan beberapa tulisan yang gaya penulisannya serupa dengan penemuan kepolisian di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Lokasi ini sempat dijadikan tempat tidur pelaku mutilasi, Sugeng Santoso (49), di Jodipan Wetan Gang III, Kota Malang. Di lokasi ini, Sugeng telah meninggalkan beberapa tulisan yang gaya penulisannya serupa dengan penemuan kepolisian di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Polres Malang Kota (Makota) akhirnya resmi menetapkan pelaku mutilasi, Sugeng Santoso (49) sebagai tersangka. Pembunuh sekaligus pemutilasi ini dituntut penjara selama 15 tahun.

"Pasal yang disangkakan kepada pelaku saat ini adalah pasal 338 yaitu pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara," kata Kapolres Makota, AKBP Asfuri kepada wartawan di Mapolresta Malang, Senin (20/5).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter kejiwaan, pelaku dalam kesadaran normal saat melakukan aksi kejahatannya. Dalam hal ini dia tidak dalam gangguan berpikir atau schizophrenia.

Menurut dia, pelaku bisa menceritakan proses kejadian secara detail. Pelaku juga dapat mendesain sedemikian rupa untuk meyakinkan orang-orang yang bertanya tentang kejadian tersebut. "Serta pelaku memahami risiko dari perilaku tersebut," ujar Asfuri.

Adapun kronologi kejadian pembunuhan serta mutilasi, Asfuri mencoba menjelaskan berdasarkan fakta yang ditemukan tim penyidik. Awalnya, pelaku bertemu dengan korban pada 7 Mei lalu. Saat bertemu, dia melanjutkan, korban meminta uang kepada pelaku tapi yang bersangkutan tak memiliki uang.

Karena tak memiliki uang, pelaku lebih memilih memberikan makanan kepada korban. Pemberian makanan ini ternyata tidak gratis. Pelaku mengambil kesempatan dengan menyentuh bagian sensitif korban, begitupula sebaliknya.

"Kemudian oleh pelaku ada hasrat untuk berhubungan intim, maka dibawalah korban ke Pasar Besar dimana biasanya pelaku tidur," tambah Asfuri.

Sesampai di lokasi, pelaku langsung mengajak berhubungan intim pada korban. Namun sayangnya, ajakan tersebut ditolak karena korban sedang sakit. Pelaku lantas tidak percaya dan melakukan aksi kekerasan seksual kepada korban sampai kesakitan.

Setelah melakukan aksi kekerasan seksual, pelaku menggambar kedua telapak korban dengan tinta. Di telapak kaki tersebut tertulis nama "Sugeng" dan "Wahyu yang didapat dari Gereja Comboran".

"Setelah menatoo korban, pelaku pergi. Sekitar pukul 01.30 pada tanggal 8 Mei pelaku mendatangi korban dan melihat korban dalam kondisi tidur," jelasnya.

Dalam kondisi lengah, pelaku melakukan pembunuhan dengan menyerang bagian leher korban. Lalu memutilasi tubuh korban menjadi beberapa bagian di kamar mandi dan tangga. "Ada bukti ceceran darah di bawah tangga yang cukup banyak. Ini membuktikan bahwa korban pada saat dilakukan pembunuhan dalam kondisi hidup, karena darahnya cukup banyak," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement