REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Sebuah roket meledak di dekat kedutaan besar Amerika Serikat (AS) di Baghdad, Irak. Militer Irak mengatakan roket itu menghantam Zona Hijau yang dijaga ketat karena berisi gedung pemerintahan dan misi diplomatik.
Serangan itu terjadi dua pekan setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo memperingatkan pemimpin-pemimpin Irak jika mereka gagal mengendalikan milisi yang didukung Iran maka AS akan memperluas kekuataannya di sana. Kini walaupun tidak korban dari penembakan itu ada kemungkinan AS memperkuat keamanan mereka.
Menurut dua sumber pertahanan Irak kunjungan mendadak Pompeo dilakukan setelah intelijen AS melaporkan milisi yang didukung Iran menempatkan roket di dekat perumahan pasukan AS. Pejabat Kementerian Luar Negeri AS mencatat sejauh ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas penembakan tersebut dan pemukiman pasukan AS juga tidak rusak.
"Tapi kami akan menanggapi insiden ini dengan sangat serius, kami akan meminta pertanggungjawaban Iran jika ada serangan apa pun yang dilakukan oleh pasukan milisi mereka atau elemen pasukan dan akan menanggapi Iran sesuai dengan hal itu," kta pejabat tersebut, Senin (20/5).
Militer Irak mengatakan roket Katyusha jatuh ditengah Zona Hijau di dekat Monumen Prajurit Tidak Dikenal. Monumen berada di ruang terbuka sekitar setengah kilomter sebelah utara komplek Kedutaan Besar AS. Menurut saksi mata kantor berita Reuters ledakan roket terdengar sampai pusat kota Baghdad.
Staf kedutaan di Baghdad dan konsulat AS di pusat kota yang dikuasai Kurdi, Erbil sudah dievakuasi dengan alasan karena khawatir dengan ancaman Iran. Iran sekutu Irak segera mengecam serangan tersebut. Mereka menekankan perang antara Teheran dan Washington akan sangat merugikan Irak dan seluruh kawasan.
Dalam pernyataannya pemimpin milisi dan politisi Hadi al-Ameri mendesak warga Irak untuk 'tidak menjadikan penembakan ini menjadi bahan bakar atas perang yang hanya akan membakar semua orang'. Blok elektoral Al-Ameri memiliki kursi terbanyak di parlemen Irak.
Pernyataan itu juga diamini tokoh pendukung milisi Iran lainnya Qais al-Khazali. Di media sosial Twitter ia mengatakan perang tidak sesuai dengan kepentingan Washington maupun Teheran.