Selasa 21 May 2019 07:19 WIB

Akses Bantuan Pangan Warga Yaman Diblokir

WFP menghadapi tantangan karena pertempuran dan rasa tidak aman di Yaman.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Perang terus terjadi di berbagai penjuru wilayah di Yaman.
Foto: Reuers
Perang terus terjadi di berbagai penjuru wilayah di Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- World Food Programe (WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan terdapat kendala pemberian bantuan pangan ke daerah-daerah Yaman yang dilanda perang dan berada di bawah kendali Houthi. Mereka tidak bisa mengakses wilayah tersebut karena diblokir kelompok pemberontak.

"Pekerja kemanusiaan di Yaman tidak diberi akses ke mereka yang kelaparan, konvoi bantuan telah diblokir, dan pihak berwenang setempat telah mengganggu distribusi makanan. Ini harus dihentikan," ujar WFP dalam sebuah pernyataan yang dilansir Aljazirah, Selasa (21/5).

Baca Juga

Para pemimpin Houthi telah menghambat seleksi penerima bantuan independen dan permintaan untuk peluncuran sistem registrasi biometrik. Sistem registrasi biometrik memungkinkan WFP mengidentifikasi warga yang paling membutuhkan bantuan pangan dan memastikan mereka menerimanya.

"Jika penargetan penerima dan latihan biometrik tidak dilakukan seperti yang disepakati, WFP tidak akan memiliki pilihan selain menunda distribusi makanan di daerah yang dikendalikan oleh Ansarullah, Houthi," ujar Direktur Eksekutif WFP, David Beasley dalam sebuah surat yang dikirimkan kepada kelompok pemberontak.

WFP menghadapi tantangan karena pertempuran dan rasa tidak aman di Yaman. Tantangan untuk menyalurkan bantuan pangan di wilayah tersebut bukan karena perang, melainkan peran yang tidak kooperatif dari beberapa pemimpin Houthi.

"Jika kita tidak diberi akses dan kebebasan untuk memutuskan siapa yang mendapatkan bantuan vital ini, maka kita harus mengambil keputusan sulit untuk menerapkan penangguhan bertahap operasi kita di daerah yang dikuasai Houthi," ujar juru bicara WFP, Herve Verhoosel.

Verhoosel mengatakan, WFP sudah berkirim surat sebanyak dua kali kepada pemimpin Houthi. WFP mencatat beberapa kemajuan setelah surat pertama dikirim pada Desember, tetapi dalam beberapa pekan terakhir kemajuan itu terhenti.

WFP sebelumnya telah berupaya menjalin kerja sama dengan para pemimpin untuk menyelesaikan masalah. Namun, negosiasi dengan para pemimpin Houthi untuk membuka akses ke orang-orang yang lapar belum membawa hasil yang nyata.

"Sayangnya, (para pemimpin Houthi) dikecewakan oleh para pemimpin Houthi lain yang telah melanggar jaminan yang mereka berikan kepada kami untuk menghentikan pengalihan makanan dan akhirnya menyetujui identifikasi penerima manfaat dan latihan pendaftaran biometrik," kata Verhoosel.

WFP sebelumnya telah mengumpulkan bukti yang menunjukkan Houthi telah mengalihkan pengiriman makanan yang dikirim untuk membantu meringankan krisis kemanusiaan terburuk di dunia tersebut. Pada Desember lalu, WFP mengatakan, berdasarkan foto dan bukti lain menunjukkan sebuah truk secara ilegal memindahkan makanan dari pusat distribusi makanan.

Selain itu, pejabat lokal memalsukan catatan dan memanipulasi pemilihan penerima manfaat. Mereka menuding satu organisasi mitra lokal yang berafiliasi dengan Departemen Pendidikan Houthi melakukan penipuan dan makanan untuk bantuan kemanusiaan tersebut dijual di pasar terbuka di Sanaa.

Namun, Houthi membantah tuduhan mencuri bantuan kemanusiaan dari WFP. Pada Desember lalu, kantor berita Associated Press melaporkan, Houthi bersama dengan pasukan yang setia kepada pemerintah Yaman telah mengambil bantuan pangan yang semestinya didistribusikan bagi ribuan keluarga yang tinggal di kota Taiz yang terkepung.

Konflik Yaman telah menewaskan puluhan ribu orang, sejak koalisi militer pimpinan Saudi melakukan intervensi untuk mendukung pemerintah yang terkepung pada Maret 2015. PBB menggambarkan konflik tersebut sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. PBB mencatat, terdapat 3,3 juta warga Yaman yang terlantar, dan 24,1 juta orang membutuhkan bantuan pangan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement