REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan kapal di dua instansi pemerintah, yakni Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Di Bea Cukai, KPK mengidentifikasi dugaan korupsi dalam pengadaan 16 unit Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boal/FCB) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2013 2015.
Sementara di KKP, KPK menyidik pembangunan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Penkanan lndonesia (SKlPl) pada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerlan Kelautan dan Perikanan RI Tahun Anggaran 2012 2016."Diduga total kerugian keuangan negara sekitar Rp179,28 Miliar," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK Jakarta, Selasa (21/5).
Saut menuturkan, keempat tersangka yang ditetapkan KPK yakni, Istadi Prahastanto (IPR), Pejabat Pembuat Komitmen; Heru Sumarwanto (HSU), Ketua Panitia Lelang ; Amir Gunawan (AMG), Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) dan Aris Rustandi (ARS) Pejabat Pembuat Komitmen.
Diketahui, Pembangunan Sistem Kapal Inspeksi Perikanan lndonesia (SKlPl) di KKP, dilatarbelakangi maraknya praktek Illegal fishing yang berdampak hilangnya devisa negara dan rusaknya terumbu karang akibat penggunaan bom, potassium dan bahan berbahaya Iainnya dalam penangkapan ikan.
Lebih lanjut Saut menjelaskan, terkait dugaan korupsi pengadaan 16 unit Kapal Patroli Cepat berawal pada bulan November 2012. Saat itu, Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengaajukan Permohonan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan untuk pengadaan 16 kapal Patroli Cepat atau Fast Boat Patrol, yaitu: 28meter, 38meter dan 60meter.
"Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mendapat alokasi anggaran untuk pengadaan Kapal Patroli Cepat untuk tahun Jamak 2013 2015 sebesar Rp1,12 triliun," tutur Saut.
Dalam proses lelang, Istadi selaku PPK diduga memutuskan menggunakan metode pelelangan terbatas untuk Kapal Patroli Cepat 28 meter dan 60 meter, dan pelelangan umum untuk kapal patrol cepat 38 meter. Pada proses pelelangan terbatas tersebut Istadi diduga telah menentukan perusahaan yang dipanggil.
Kemudian, saat pelelangan Pengadaan Jasa Konsultasi Pengawas untuk Kapal Patroli Cepat 38 meter, Istadi diduga mengarahkan panitia lelang untuk tidak memilih perusahaan tertentu. Setelah pengumuman lelang, Istadi sebagai PPK menandatangai kontrak untuk konsultan perencana, konsultan pengawas dan pembangunan kapal patroli cepat dengan nilai total Rp 1,12 Triliun.
Dalam proses pelaksanaan pengadaan, diduga telah terjadi sejumlah perbuatan melawan hukum pada proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan. Setelah dilakukan uji coba kecepatan, 16 kapal patroli cepat tersebut tidak dapat mencapai kecepatan sesuai ketentuan dan tidak memenuhi sertifikasi dual class seperti yang dipersyaratkan di kontrak.
"Meskipun saat Uji coba kecepatan, 16 kapal tersebut tidak memenuhi syarat, namun pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti dengan pembayaran," ujar Saut.
Akhirnya, 9 dari 16 proyek kapal patroli cepat ini dikerjakan oleh PT. DRU, yaitu: 5 unit FPB ukuran 28 meter (Kapal BC 20009 sampai dengan BC 20013) dan 4 unit FPB ukuran 38 meter (Kapal BC 30004 sampai dengan BC 30007). Selama proses pengadaan diduga Istadi sebagai PPK, dan kawan-kawan diduga menerima 7.000 Euro sebagai Sole Agent Mesin yang dopakal oleh 16 kapal patroli cepat. Diduga kerugian keuangan negara yang dltnmbulkan dari pengadaan 16 kapal patrol cepat ini sekitar Rp117, 7 Milyar.
Sementara untuk perkara kedua yakni pembangunan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Penkanan lndonesia (SKlPl) pada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerlan Kelautan dan Perikanan RI Tahun Anggaran 2012 2016, berawal saat panitia pengadaan pembangunan SKIPI Tahap I merencanakan proses lelang dimulai tanggal 5 Desember 2011 dan pemenangnya diumumkan pada 15 Juni 2012.
Kemudian, pada bulan Oktober 2012, Menteri KKP menetapkan PT. DRU sebagai pemenang Pekerjaan Pembangunan Kapal SKIPl dengan n||a| penawaran Rp558.531.475.423 , saat itu setara 58.307.789 dollar AS. Lalu, pada Januarl 2013, Aris yang menjabat sebagai PPK dan pihak PT. DRU menandatangani kontrak pekerjaan pembangunan SKIPl Tahap I dengan nilai kontrak 58.307.789 dollar AS.
"Pada Februari 2015, Aris dan Tim Teknis melakukan kegiatan FAT (FactoryAcceptance Test) ke Jerman. Untuk keglatan tersebut PPK dan Tim Teknis diduga menerima fasilitas dari PT. DRU sebesar Rp300.000.000," ungkap Saut.
Selanjutnya pada April 2016, Aris melakukan serah terima 4 kapal SKIPI bernama ORCA 01 sampai dengan ORCA 04 dengan Berita Acara yang ditandatangani Amir Gunawan yang menyatakan pembangunan Kapal SKIPI telah selesai 100 persen. Kemudlan Aris telah membayar seluruh termin pembayaran kepada PT. DRU senilai 5058.307.788 dollar AS atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, diduga biaya pembangunan 4 unit kapal SKIPI hanya Rp446.267.570.055;
"Diduga terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan, baik belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya," ujar Saut.
Sehingga, 4 kapal SKIPI tersebut diduga tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan dan dibutukan, diantaranya: kecepatannya yang tidak mencapai syarat yang ditentukan; kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm; markup volume plat baja dan aluminium, dan kekurangan perlengkapan kapal lain. Diduga kerugian keuangan negara dalam pengadaan 4 Unit Kapal SKIPI sekurang kurangnya sebesar Rp61.540.127.782;
Atas perbuatannya, IPR, HSU, dan AMG dalam perkara pengadaan 16 Kapal Patroli Cepat di Bea Cukai disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dnubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pldana Korupsi ,juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.Sementara dalam perkara Pembangunan SKIPI KKP, ARS dan AMG disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"KPK sangat menyesalkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan kapal patroli ini. Karena tujuan awalnya diadakannya kapal patroli cepat di Ditjen Bea dan Cukai adalah untuk mengamankan wilayah Indonesia, seperti: menjaga perbatasan dan mellndungl masyarakat lndonesya dan penyelundupan dan perdagangan ilegal," sesal Saut.