REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada abad pertengahan, Siilia menjadi salah satu pusat peradaban Islam di Eropa setelah Cordoba. Kala itu, provinsi di selatan Italia itu menjadi titik pertemuan kedua antara Timur dan Barat, serta Islam dan peradaban Eropa.
Terlebih, Sisilia berada di kawasan yang strategis, yakni di antara daratan Italia dan pantai Tunisia. Maka, Sicilia pun menjelma menjadi penghubung antara Afrika dan Eropa, baik secara politik maupun budaya.
Meski dikuasai peradaban Islam, Sisilia merupakan berkah bagi peradaban Barat. Wilayah otonomi di selatan Italia itu telah menjadi gerbang transfer ilmu pengetahuan dari dunia Muslim ke Barat. Michelle Amari merupakan sejarawan yang telah membuktikan bahwa dari Sicilialah ilmu pengetahuan yang dikuasai umat Islam pada era keemasan ditransfer ke Barat.
Transfer ilmu pengetahuan Islam ke dunia Barat mulai dilakukan oleh Frederick II (1194 M-1250 M)-penguasa Sicilia. Frederick masih menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di kerajaan yang dipimpinnya. Ia mengumpulkan sarjana Muslim dan Yahudi untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab.
Bahkan, dia mengirim Michael Scot ke Cordoba untuk mencari kitab-kitab yang ditulis Ibnu Sina. Sejatinya, Frederick adalah raja beragama Kristen. Namun, dia begitu terpengaruh oleh ajaran dan kebudayaan Islam sehingga Bapak Sejarawan Sains George Sarton mengatakan, "Frederik itu setengah Muslim dengan caranya sendiri."
Ketika dia berkuasa, University of Naples pada 1224 M-universitas pertama di Eropa-menggunakan sistem pendidikan yang dikembangkan perguruan tinggi Islam. Dari Sicilia pula sistem fiskal yang sempat diterapkan penguasa Islam ditransfer ke Inggris.