REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menilai kondisi pengasuhan anak di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal itu terlihat dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 yang menemukan 10 persen balita mendapatkan pengasuhan yang tidak layak.
"Masih banyak anak yang mengalami pengasuhan yang tidak optimal dari para orang tua atau pengasuh," kata Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Lenny mengatakan, orang tua dan pengasuh memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi buah hatinya. Di samping itu, ayah dan ibu juga berkewajiban menumbuhkembangkan bakat sesuai minat, mencegah perkawinan usia anak, serta memberikan pendidikan karakter kepada anak.
Menurut Lenny, hal itu sesuai dengan perintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang sudah dua kali mengalami perubahan. Berdasarkan penelitian Yayasan Sayang Tunas Cilik pada 2005, terdapat 500 ribu anak berada di panti asuhan.
Penelitian tersebut juga menemukan terdapat beberapa masalah yang dihadapi anak, antara lain dibuang, dan diadopsi atau diangkat anak tidak sesuai aturan. Sebagian lainnya terjebak dalam pekerja anak, menjadi korban kekerasan, dan menjadi korban perdagangan orang.
"Karena masih banyak kesenjangan yang terjadi, perlu peta jalan pengasuhan anak dimulai dari bingkai nasional program dukungan pada keluarga di beberapa kementerian/lembaga," kata pegiat Yayasan Sayang Tunas Cilik Tata Sudrajat.
Lenny mengatakan, kehadiran negara sangat dibutuhkan untuk menjawab persoalan pengasuhan anak yang masih belum banyak diatur dalam regulasi nasional yang komprehensif dan terukur.
"Hal itu untuk mengantarkan anak Indonesia mendapatkan pengasuhan yang optimal berbasis hak anak anak menuju Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045," katanya.