REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usia Matthieu Cioccocini masih sangat muda saat Allah membuka hatinya. Kekosongan yang telah dialaminya sejak kecil membuat pria Prancis ini mudah menerima Islam. Matthieu terlahir dari sepasang orang tua yang tak pernah mengajarinya tentang agama, 22 tahun lalu.
Ibunya adalah seorang Katolik yang jarang mengunjungi gereja. Ayahku bahkan tidak memercayai adanya Tuhan, katanya. Islam menjadi anugerah dalam hidup Matthieu. Berawal dari bola, anugerah itu perlahan mengobati kerinduannya kepada Tuhan.
Matthieu dilahirkan di wilayah timur laut Prancis. Sejak berumur 13 tahun, ia dan keluarganya pindah ke wilayah Pantai Barat Daya, wilayah yang banyak dihuni kaum imigran. Mereka berasal dari dari Maroko, Turki, Algeria, dan Tunisia. Aku berteman dan bermain dengan anak-anak dari semua negara itu. Di antara kami semua, hanya aku yang berasal dari Prancis, kata Matthieu.
Sore itu, ia tengah bermain sepak bola dengan teman-temannya saat seorang fisabilillah(bahasa Arab: orang yang berjuang di jalan Allah), sebutan Matthieu untuk anggota kelompok dakwah, mendatangi mereka. Permainan pun berhenti dan teman-temannya segera mengerumuni pria yang kemudian berbicara banyak hal tentang Islam, sesuatu yang sama sekali tak dipahami Matthieu.
Matthieu tak segera bergabung dengan kerumunan kecil itu, hingga pria fisabilillah itu memanggilnya untuk ikut bergabung. Setelah itu, ia mengundang Matthieu untuk datang ke masjid dan mempelajari beberapa hal tentang agama di sana. Aku datang karena aku ingin tahu.