Rabu 22 May 2019 13:59 WIB

Malaysia akan Kembalikan Kiriman Sampah ke Negara Maju

Malaysia menjadi tempat pembuangan limbah plastik dunia.

Rep: Rossi Handayani / Red: Nur Aini
Sampah plastik. Ilustrasi
Foto: Huffpost
Sampah plastik. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Menteri Energi, Teknologi, Ilmu Pengetahuan, Perubahan Iklim, dan Lingkungan Malaysia, Yeo Bee Yin mengatakan, Malaysia akan mengirim kembali sampah plastik yang tidak dapat didaur ulang ke negara-negara maju yang mengirimnya ke sana, Selasa (21/5).

"Negara-negara maju harus bertanggung jawab atas apa yang mereka kirim," kata Yeo.

Baca Juga

Malaysia telah menjadi tempat pembuangan limbah plastik dunia. Negara tersebut tahun lalu menjadi tujuan alternatif utama untuk sampah plastik setelah Cina melarang impor limbah tersebut yang mengganggu aliran lebih dari tujuh juta ton sampah plastik dunia per tahun.

Lusinan pabrik daur ulang muncul di Malaysia, banyak di antaranya tanpa izin operasi, dan penduduk mengeluhkan kerusakan lingkungan. Sebagian besar sampah plastik yang masuk ke negara itu terkontaminasi dan plastik berkualitas rendah dari negara maju tidak dapat didaur ulang.

Sekarang Malaysia telah mulai mengirim kembali limbah ke negara asalnya. Dia mengatakan, beberapa potongan plastik yang dikirim ke Malaysia melanggar Konvensi Basel, sebuah perjanjian PBB tentang perdagangan limbah plastik dan pembuangannya.

Malaysia mengirim lima kontainer limbah plastik terkontaminasi yang diselundupkan ke negara itu kembali ke sumbernya, Spanyol. Yeo tidak mengidentifikasi penyelundupan itu, tetapi menyatakan penyelidikan sedang berlangsung.

Lebih banyak plastik yang tidak dapat didaur ulang akan dikirim kembali ke sumbernya pekan depan. Impor limbah plastik Malaysia dari 10 negara sumber terbesarnya melonjak menjadi 456 ribu ton antara Januari dan Juli 2018, dibandingkan dengan 316.600 ton di 2017 dan 168.500 ton pada 2016. 

Amerika Serikat (AS), Inggris, Jepang, dan Australia merupakan di antara pengekspor utama sampah plastik ke Malaysia. Plastik yang tidak cocok untuk didaur ulang dibakar, yang melepaskan bahan kimia beracun ke atmosfer atau berakhir di TPA yang berpotensi mencemari sumber air dan tanah.

Sekitar 180 negara mencapai kesepakatan pada Jumat untuk mengubah Konvensi Basel dalam membuat perdagangan global limbah plastik lebih transparan dan diatur dengan lebih baik. Selain itu, kesepakatan memastikan bahwa pengelolaannya lebih aman untuk kesehatan manusia dan lingkungan.

AS, pengekspor sampah plastik terbesar di dunia, belum meratifikasi pakta yang berusia 30 tahun itu. Amandemen perjanjian itu selanjutnya akan membatasi aliran plastik ke negara-negara berkembang.

Yeo mengatakan, tidak adil bagi negara maju untuk membuang limbah mereka di negara-negara berkembang seperti Malaysia.

"Amandemen Konvensi Basel adalah langkah pertama dalam memecahkan masalah global gerakan sampah yang tidak adil dari negara maju ke negara berkembang," ucap Yeo.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement