REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) dilaporkan akan menghadiri konferensi ekonomi bertajuk “Peace foe Prosperity” yang digagas Amerika Serikat (AS) dan dihelat di Bahrain pada 25-26 Juni mendatang.
Pertemuan tersebut sudah dikritik pejabat pemerintah dan pengusaha Palestina. Sebab, konferensi itu tidak akan membahas tuntutan politik Palestina.
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan kelompok Hamas menyerukan negara-negara Arab untuk memboikot pertemuan itu. Rabu (22/5) kantor berita SPA melaporkan Kementerian Perencanaan dan Ekonomi Arab Saudi akan menghadiri konferensi itu.
Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Uni Emirat Arab juga dikabarkan akan mengirimkan delegasinya. Otoritas Palestina sudah memboikot upaya perdamaian yang diupayakan AS sejak tahun 2017 lalu.
Ketika Trump memutuskan untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem serta mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Langkah yang bertolak belakang dengan kebijakan luar negeri AS sebelumnya.
Pemerintahan Trump tengah mencoba mencari dukungan dari negara-negara Arab. Rencana yang AS ajukan tampaknya ingin menarik miliar dolar AS untuk membantu finasial Palestina. Sumber kantor berita Reuters mengatakan sebagian besar dana investasi itu akan berasal dari negara-negara Teluk yang kaya minyak.
Arab Saudi sudah memastikan kepada sekutu-sekutunya di kawasan mereka tidak akan mendukung rencana AS yang gagal mencapai permintaan rakyat Palestina. Hal itu termasuk permintaan Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina, mengembalikan hak pengungsi Palestina untuk kembali pulang dan menyelesaikan masalah pemblokiran yang dilakukan pemukiman Israel di tanah Palestina.
Inisiatif AS tersebut memicu bentrokan antara milisi di Gaza dengan pasukan bersenjata Israel. Pada Senin (20/5) lalu, puluhan rakyat Palestina tewas ditembak tentara Israel saat mereka melakukan unjuk rasa damai di Gaza.