REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyatakan ketidaksetujuannya soal implementasi dari perjanjian 2015 Nuklir Iran atau Joint Comperhensive Plan of Action (JCPOA) yang dinegosiasikan dengan kekuatan dunia. Khamenei pun secara terbuka mengkritik presiden dan menteri luar negeri negara Iran, Rabu (22/5) waktu setempat.
Komentar mengejutkan dari Khamenei tersebut muncul di tengah ketegangan Iran dengan Amerika Serikat (AS) sejak satu tahun Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian Nuklir 2015 yang ditandatangani dengan Iran dan kekuatan besar dunia lainnya. Khamenei adalah sosok yang memiliki keputusan akhir tentang semua masalah negara.
"Sampai taraf tertentu, saya tidak percaya pada cara kesepakatan nuklir dilaksanakan. Sudah banyak kali saya mengingatkan presiden dan menteri luar negeri," ujar Khamenei seperti dilansir Aljazirah, Kamis.
Khamenei telah memberikan cap persetujuan secara implisit pada kesepakatan itu, yang ketika ditandatangani memicu perayaan spontan di seluruh Iran. Kesepakatan Nuklir 2015 Iran menetapkan bahwa Iran membatasi pengayaan uraniumnya sebagai imbalan atas pencabutan sanksi ekonomi yang melumpuhkan negara.
Perjanjian tersebut tak berjalan setelah Presiden AS Donald Trump menarik kembali dan menerapkan sanksi lama dan bahkan lebih keras lagi. Khamenei sebelumnya memperingatkan Barat, terutama AS, tidak dapat dipercaya.
Gedung Putih awal bulan ini mengirim sebuah kapal induk dan pengebom B-52 ke wilayah Iran dengan alasan terancam. Sejak perkembangan itu, Iran telah mengumumkan akan mundur dari kesepakatan nuklir.