REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat mengatakan negaranya tidak akan pernah merasakan kemakmuran selama berada di bawah pendudukan Israel. Hal itu dia ungkapkan menyusul rencana Amerika Serikat (AS) menggelar konferensi ekonomi bertajuk Peace for Prosperity di Bahrain pada 25-26 Juni mendatang.
“Mari kita perjelas: Tidak akan ada kemakmuran ekonomi di Palestina tanpa akhir pendudukan (Israel),” katanya dalam sebuah opini yang ditulis untuk New York Times, dikutip laman Middle East Monitor, Kamis (23/5).
Dia mengungkapkan bahwa Palestina sama sekali tak diajak berkonsultasi oleh pihak mana pun dalam rangka penyelenggaraan konferensi di Bahrain. Namun apa yang telah diungkap oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump sejauh ini menunjukkan bahwa mereka berupaya menghindari masalah nyata dari pendudukan Israel dan hak-hak Palestina.
Menurutnya, konsesi yang akan diminta pemerintahan Trump dari Israel adalah marjinal. Tel Aviv pun tidak akan didesak untuk mengakhiri kontrol militernya atas tanah dan rakyat Palestina. Oleh sebab itu, apa yang dicari pemerintahan Trump, kata Erekat, adalah deklarasi penyerahan Palestina.
Erekat menegaskan Palestina tidak akan menerima solusi ekonomi AS untuk mengakhiri konflik dengan Israel. “Pertumbuhan ekonomi tidak pernah bisa menjadi pengganti hak untuk hidup bermartabat, bebas dari pendudukan, dan penindasan militer di tanah air kita. Hambatan utama bagi pertumbuhan ekonomi Palestina jelas: pendudukan,” ujarnya.
Bagian pertama dari rencana perdamaian Timur Tengah, termasuk dalam konflik Israel-Palestina, hendak dirilis AS pada konferensi Peace for Prosperity di Bahrain. Terkait Israel-Palestina, Washington disebut akan mendorong solusi ekonomi, yakni dengan mendorong investasi di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh telah mengatakan hanya solusi politik yang dapat menjamin berakhirnya konflik Arab-Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade terakhir. Palestina, kata dia, tak akan menerima solusi ekonomi.
“Masalah ekonomi harus menjadi hasil dari solusi politik karena rakyat dan kepemimpinan Palestina tidak hanya mencari peningkatan taraf hidup di bawah pendudukan (Israel)," ujarnya pada Senin (20/5), dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA.
“Setiap solusi politik untuk konflik di Palestina hanya akan datang melalui solusi politik yang bertujuan mengakhiri pendudukan dan realisasi hak-hak Palestina di negara yang independen, berdaulat, dan layak di perbatasan 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya dan hak kembalinya pengungsi berdasarkan resolusi PBB serta hukum internasional,” kata Shtayyeh.